Agen Taruhan Bola Online - Merasakan Sempitnya Memek Ibu Kos Yang Nikmat
Agen Taruhan Bola Online - Merasakan Sempitnya Memek Ibu Kos Yang Nikmat - Sebut saja namanya Deni, dia adalah seorang laki laki masih bujangan
berumur 28 tahun yang saat ini sedang kebingungan. Pasalnya, panggilan
pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak. Dia
bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal secepat ini.
Agen Taruhan Bola Online - Perusahaan
dimana dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu panggilan itu
selama empat hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara. Akhirnya
dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah dimana dia
harus tinggal. Dengan bekal yang cukup malah berlebih mungkin, sampailah
dia di penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu
juga.
Sudah 2 hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama ini
dia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan guna kelancaran
dalam tes wawancara nanti. Sampai pada akhirnya, dia membaca di surat
kabar, bahwa disitu tertulis menerima kos-kosan atau tempat tinggal yang
permanen. Kemudian dengan bergegas dia mendatangi alamat tersebut.
Sampai pada akhirnya, sampailah dia di depan pintu rumah yang dimaksud
itu.
Perlahan Deni mengetuk pintu, tidak lama kemudian terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang wanita tua yang muncul.
“Iya, ada perlu apa, Pak..?”
“Oh, begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu tertulis bahwa di
rumah ini menyediakan kamar untuk tempat tinggal.” sahut Deni seketika.
“Oh, ya, memang benar, silakan masuk Pak, biar saya memanggil nyonya dulu,” wanita tua itu mempersilakan Deni masuk.
“Hm.., baik, terima kasih.”
Sejenak kemudian Deni sudah duduk di kursi ruang tamu.
Terlihat
sekali keadaan ruang tamu yang sejuk dan asri. Deni memperhatikan sambil
melamun. Tiba-tiba Deni dikejutkan oleh suara wanita yang masuk ke
ruang tamu.
“Selamat siang, ada yang perlu saya bantu..?”
Terhenyak Deni dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri seorang wanita
yang boleh dikatakan belum terlalu tua, umurnya sekitar 40 tahunan,
cantik, anggun dan berwibawa.
“Oh.., eh.. selamat siang,” Deni tergagap kemudian dia melanjutkan, “Begini Bu…”
“Panggil saya Bu Siska..,” tukas wanita itu menyahut.
“Hm.., o ya, Bu Siska, tadi saya membaca surat kabar yang tertulis bahwa disini ada kamar untuk disewakan.”
“Oh, ya. Hm.., siapa nama anda..?”
“Deni Bu,” sahut Deni seketika.
“Memang benar disini ada kamar disewakan, perlu diketahui oleh Nak Deni
bahwa di rumah ini hanya ada tiga orang, yaitu, saya, anak saya yang
masih SMA dan pembantu wanita yang tadi bicara sama Nak Deni, kami
memang menyediakan satu kamar kosong untuk disewakan, selain agar kamar
itu tidak kotor juga rumah ini biar tambah ramai penghuninya.” dengan
singkat Bu Siska menjelaskan semuanya.
“Hm, suami Ibu..?” tanya Deni singkat.
“Oh ya, saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun yang lalu,” jawab Bu Siska singkat.
“Ooo, begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa sewanya..?” tanya Deni kemudian.
“Hm, begini, Nak Deni mau mengambil berapa bulan, biaya sewa sebulannya tujuh puluh ribu rupiah,” jawab Bu Siska menerangkan.
“Baiklah Bu Siska, saya akan mengambil sewa untuk enam bulan,” kata Deni.
“Oke, tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya.”
Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan, tinggallah Deni
disitu dengan Bu Siska, Ida anak Bu Siska dan Bik Sumi pembantu Bu
Siska.
Sudah satu bulan ini Deni tinggal sambil menunggu panggilan
selanjutnya. Dan sudah satu bulan ini pula Deni punya keinginan yang
aneh terhadap Bu Siska. Wanita yang anggun, cantik dan berwibawa yang
cukup lama hidup sendirian. Deni tidak dapat membayangkan bagaimana
mungkin wanita yang masih kelihatan muda dari segi fisiknya itu dapat
betah hidup sendirian. Bagaimana Bu Siska menyalurkan hasrat seksualnya.
Ingin sekali Deni bercinta dengan Bu Siska. Apalagi sering Deni melihat
Bu Siska memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh Bu
Siska yang masih kelihatan kencang dan indah. Ingin sekali Deni
menyentuhnya.
“Aku harus bisa mendapatkannya..!” gumam Deni suatu saat.
“Saya harus mencari cara,” gumamnya lagi.
Sampai pada suatu saat
kemudian, yaitu pada saat malam Minggu, rumah kelihatan sepi, maklum
saja, Ida anak Bu Siska tidur di tempat neneknya, Bik Sumi balik ke
kampung selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit. Tinggallah Deni
dan Bu Siska sendirian di rumah. Tapi Deni sudah mempersiapkan cara
bagaimana melampiaskan hasratnya terhadap Bu Siska. Lama Deni di kamar,
jam menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Siska menonton TV di
ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah mantap, Deni pun keluar dari
kamarnya menuju ke ruang tengah.
“Selamat malam, Bu, boleh saya temani..?” sejenak Deni berbasa-basi.
“Oh, silakan Nak Deni..,” mempersilakan Bu Siska kepada Deni.
“Ngomong-ngomong, tidak keluar nih Nak Deni, malam Minggu loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?” tanya Bu Siska kemudian.
“Ah, nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam Minggu di rumah saja,” jawab Deni sekenanya.
Lama mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV.
“Oh, ya, Bu, boleh saya buatkan minum..?” tanya Deni tiba-tiba.
“Lho, tidak usah Nak Deni, kok repot-repot..,”
“Ah, nggak apa-apa, sekali-kali saya yang buatkan minuman untuk Ibu,
masak Ibu dan Bik Sumi saja yang selalu membuatkan minuman untuk saya.”
“Hm.., boleh kalau begitu, Ibu ingin minum teh saja,” kata Bu Siska sambil tersenyum.
“Baiklah Bu, kalau begitu tunggu sebentar.” segera Deni bergegas ke dapur.
Tidak lama kemudian Deni sudah kembali sambil membawa nampan berisi dua teh dan sedikit makanan kecil di piring.
“Silakan Bu, diminum, mumpung masih hangat..!”
“Terima kasih, Nak Deni.”
Akhirnya setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu Siska sudah mulai
mengantuk, tidak lama kemudian Bu Siska sudah tertidur di kursi dengan
keadaan memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan
payudaranya yang indah. Tersenyum Deni melihatnya.
“Akhirnya aku
berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli di apotik siang tadi
benar-benar manjur, obat ini akan bekerja untuk beberapa saat kemudian,”
gumam Deni penuh kemenangan.
“Beruntung sekali tadi Bu Siska mau kubuatkan teh, sehingga obat tidur
itu dapat kucampur dengan teh yang diminum Bu Siska,” gumamnya sekali
lagi.
Sejenak Deni memperhatikan Bu Siska, tubuh yang pasrah yang
siap dipermainkan oleh lelaki manapun. Timbul gejolak kelelakian Deni
yang normal tatkala melihat tubuh indah yang tergolek lemah itu.
Diremas-remasnya dengan lembut payudara yang montok itu bergantian kanan
kiri sambil tangan yang satunya bergerilnya menyentuh paha sampai ke
ujung paha. Terdengar desahan perlahan dari mulut Bu Siska, spontan Deni
menarik kedua tangannya.
“Mengapa harus gugup, Bu Siska sudah terpengaruh obat tidur itu sampai beberapa saat nanti,” gumam Deni dalam hati.
Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, Deni kemudian membopong tubuh Bu
Siska memasuki kamar Deni sendiri. Digeletakkan dengan perlahan tubuh
yang indah di atas tempat tidur, sesaat kemudian Deni sudah mengunci
kamar, lalu mengeluarkan tali yang memang sengaja dia simpan siang tadi
di laci mejanya.
Tidak lama kemudian Deni sudah mengikat kedua
tangan Bu Siska di atas tempat tidur. Melihat keadaan tubuh Bu Siska
yang telentang itu, tidak sabar Deni untuk melampiaskan hasratnya
terhadap Bu Siska.
“Malam ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu Siska,” kata Deni dalam hati.
Satu-persatu Deni melepaskan apa saja yang dipakai oleh Bu Siska.
Perlahan-lahan, mulai dari daster, BH, kemudian celana dalam, sampai
akhirnya setelah semua terlepas, Deni menyingkirkannya ke lantai.
Terlihat sekali sekarang Bu Siska sudah dalam keadaan polos, telanjang
bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Diamati oleh Deni
mulai dari wajah yang cantik, payudara yang montok menyembul indah,
perut yang ramping, dan terakhir paha yang mulus dan putih dengan
gundukan daging di pangkal paha yang tertutup oleh rimbunnya rambut.
Sesaat
kemudian Deni sudah menciumi tubuh Bu Siska mulai dari kaki,
pelan-pelan naik ke paha, kemudian berlanjut ke perut dan terakhir
ciuman Deni mendarat di payudara Bu Siska. Sesekali terdengar desahan
kecil dari mulut Bu Siska, tapi Deni tidak memperdulikannya. Diciumi dan
diremas-remas kedua payudara yang indah itu dengan mulut dan kedua
tangan Deni. Puting merah jambu yang menonjol indah itu juga tidak lepas
dari serangan-serangan Deni. Dikulum-kulum kedua puting itu dengan
mulutnya dengan perasaan dan gairah birahi yang sudah memuncak. Setelah
puas Deni melakukan itu semua, perlahan-lahan dia bangkit dari tempat
tidur.
Satu-persatu Deni melepas pakaian yang melekat di badannya,
akhirnya keadaan Deni sudah tidak beda dengan keadaan Bu Siska,
telanjang bulat, polos, tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi
tubuhnya. Terlihat kemaluan Deni yang sudah mengencang hebat siap
dihunjamkan ke dalam vagina Bu Siska. Tersenyum Deni melihat rudalnya
yang panjang dan besar, bangga sekali dia mempunyai rudal dengan bentuk
begitu.
Perlahan-lahan Deni kembali naik ke tempat tidur dengan
posisi telungkup menindih tubuh Bu Siska yang telanjang itu, kemudian
dia memegang rudalnya dan pelan-pelan memasukkannya ke dalam vagina Bu
Siska. Deni merasakan vagina yang masih rapat karena sudah setahun tidak
pernah tersentuh oleh laki-laki. Akhirnya setelah sekian lama, rudal
Deni sudah masuk semuanya ke dalam vagina Bu Siska.
Ketika Deni menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu Siska sampai masuk
semua, terdengar rintihan kecil Bu Siska, “Ah.., ah.., ah..!”
Tapi Deni tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan kedua pantatnya maju munjur dengan teratur, pelan-pelan tapi pasti.
“Slep.., slep.., slep..,” terdengar setiap kali ketika Deni melakukan
aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi tempat tidur yang berderit-derit.
“Uh..,
oh.., uh.., oh..,” sesekali Deni mengeluh kecil, sambil tangannya terus
meremas-remas kedua payudara Bu Siska yang montok itu.
Lama Deni melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya betapa masih
kencangnya dan rapatnya vagina Bu Siska. Akhirnya Deni merasakan
tubuhnya mengejang hebat, merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu
Siska.
“Ser.., ser.., ser..,” Deni merasakan cairan yang keluar dari ujung kemaluannya mengalir ke dalam vagina Bu Siska.
“Oh.. ah.. oh.. Bu Siska.., oh..!” terdengar keluhan panjang dari mulut Deni.
Setelah itu Deni merasakan tubuhnya yang lelah sekali, kemudian dia
membaringkan tubuhnya di samping tubuh Bu Siska dengan posisi memeluk
tubuh Bu Siska yang telah dinikmatinya itu.
Lama Deni dalam posisi
itu sampai pada akhirnya dia dikejutkan oleh gerakan tubuh Bu Siska
yang sudah mulai siuman. Secara reflek, Deni bangkit dari tempat
tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya. Tertegun Deni
berdiri di samping tempat tidur dalam kamar yang sudah dalam keadaan
gelap gulita itu. Sesaat kemudian terdengar suara Bu Siska.
“Oh, dimana aku, mengapa gelap sekali..?”
Sebentar kemudian suasana menjadi hening.
“Dan, mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga telanjang, kemana
pakaianku, apa yang terjadi..?” terdengar suara Bu Siska pelan dan
serak.
Suasana hening agak lama. Deni tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia diam saja.
Terdengar lagi suara Bu Siska mengeluh, “Oh.., tolonglah aku..! Apa yang
terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam keadaan begini, siapa yang
melakukan ini terhadapku..?” keluh Bu Siska.
Akhirnya timbul kejantanan dalam diri Deni, bagaimanapun setelah apa
yang dia lakukan terhadap Bu Siska, Deni harus berterus terang
mengatakannya semuanya.
“Ini saya..,” gumam Deni lirih.
“Siapa, kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi padaku..?” sahut Bu Siska agak keras.
“Bukan, ini saya Bu.., Deni..,” Deni berterus terang.
“Deni..!” kaget Bu Siska mendengarnya.
“Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Deni..? Bicaralah..! Mengapa Ibu kamu perlakukan seperti ini..?” tanya Bu Siska kemudian.
Kemudian
Deni bercerita mulai dari awal sampai akhir, bagaimana mula-mula dia
tertarik pada Bu Siska, sampai pada keheranannya bagaimana juga Bu Siska
dapat hidup sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki yang dapat
memuaskan hasrat birahi Bu Siska. Juga tidak lupa Deni menceritakan
semua yang dia lakukan terhadap Bu Siska selama Bu Siska tidak sadar
karena pengaruh obat tidur. Tertegun Bu Siska mendengar semua perkataan
Deni. Lama mereka terdiam, tapi terdengar Bu Siska bicara lagi.
“Deni..,
Deni.., Ibu memang menginginkan laki-laki yang bisa memuaskan hasrat
birahi Ibu, tapi bukan begini caranya, mengapa kamu tidak
berterus-terang pada Ibu sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang
meminta kepada Ibu, pasti Ibu akan memberikannya kepadamu, karena Ibu
juga merasakan bagaimana tidak enaknya hidup sendiri tanpa laki-laki.”
“Terus terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak saya.”
“Tapi setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan dan terhormat daripada harus memperlakukan Ibu seperti ini.”
“Saya tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi apapun, saya siap diusir dari rumah ini atau apa saja.”
“Oh, tidak Deni, bagaimanapun kamu telah melakukannya semua terhadap
Ibu. Sekarang Ibu tidak lagi terpengaruh oleh obat tidur itu lagi, Ibu
ingin kamu melakukannya lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi,
Ibu juga menginginkannya Deni tidak hanya kamu saja.”
“Benar Bu..?” tanya Deni kaget.
“Benar Deni, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu bisa melihatmu seutuhnya,” pinta Bu Siska kemudian.
Tanpa
pikir panjang lagi, Deni segera menyalakan lampu yang sejak tadi padam.
Sekarang terlihatlah kedua tubuh mereka yang sama-sama polos, dan
telanjang bulat dengan posisi Bu Siska terikat tangannya.
“Oh Deni, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah tubuh Ibu, Ibu
menginginkannya Deni..! Ibu ingin kamu memuaskan hasrat birahi Ibu yang
selama ini Ibu pendam, Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar terpuaskan.”
Perlahan
Deni mendekati Bu Siska, diperhatikan wajah yang tambah cantik itu
karena memang kondisi Bu Siska yang sudah tersadar, beda dengan tadi
ketika Bu Siska masih tidak sadarkan diri. Diusap-usapnya dengan lembut
tubuh Bu Siska yang polos dan indah itu, mulai dari paha, perut, sampai
payudara. Terdengar suara Bu Siska menggelinjang keenakan.
“Terus.., Deni.., ah.. terus..!” terlihat tubuh Bu Siska bergerak-gerak dengan lembut mengikuti sentuhan tangan Deni.
“Tapi, Deni, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu ingin kamu
melepas tali pengikat tangan Ibu, biar Ibu bisa menyentuh tubuhmu
juga..!” pinta Ibu Siska memelas.
“Baiklah Bu.”
Sedetik kemudian Deni sudah melepaskan ikatan tali
di tangan Bu Siska. Setelah itu Deni duduk di pinggir tempat tidur
sambil kedua tangannya terus mengusap-usap dan meremas-remas perut dan
payudara Bu Siska.
“Nah, begini kan enak..,” kata Bu Siska.
Sesaat kemudian ganti tangan Bu Siska yang meremas-remas dan menarik
maju mundur kemaluan Deni, tidak lama kemudian kemaluan Deni yang
diremas-remas oleh Bu Siska mulai mengencang dan mengeras. Benar-benar
hebat si Deni ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai sekarang
mengeras lagi. Benar-benar hyper dia.
“Oh.., Deni, kemaluanmu
begitu keras dan kencang, begitu panjang dan besar, ingin Ibu
memasukkannya ke dalam vagina Ibu.” kata Bu Siska lirih sambil terus
mempermainkan kemaluan Deni yang sudah membesar itu.
Diperlakukan sedemikian rupa, Deni hanya dapat mendesah-desah menahan keenakan.
“Bu Siska, oh Bu Siska, terus Bu Siska..!” pinta Deni memelas.
Semakin hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua, semakin hot,
terdengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari
mulut mereka berdua.
“Oh Deni, naiklah ke atas tempat tidur,
naiklah ke atas tubuhku, luapkan hasratmu, puaskan diriku, berikanlah
kenikmatanmu pada Ibu..! Ibu sudah tak tahan lagi, ibu sudah tak sabar
lagi..” desis Bu Siska memelas dan memohon.
Sesaat kemudian Deni sudah naik ke atas tempat tidur, langsung menindih
tubuh Bu Siska yang telanjang itu, sambil terus menciumi dan
meremas-remas payudara Bu Siska yang indah itu.
“Oh, ah, oh, ah.., Deni oh..!” tidak ada kata yang lain yang dapat
diucapkan Bu Siska yang selain merintih dan mendesah-desah, begitu juga
dengan Deni yang hanya dapat mendesis dan mendesah, sambil
menggosok-gosokkan kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Siska. Reflek
Bu Siska memeluk erat-erat tubuh Deni sambil sesekali mengusap-usap
punggung Deni.
Sampai suatu ketika, tangan Bu Siska memegang
kemaluan Deni dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Pelan dan pasti Deni
mulai memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska, sambil kedua
kakinya bergerak menggeser kedua kaki Bu Siska agar merenggang dan tidak
merapat, lalu menjepit kedua kaki Bu Siska dengan kedua kakinya untuk
terus telentang. Akhirnya setelah sekian lama berusaha, karena memang
tadi Deni sudah memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska,
sekarang agak gampang Deni menembusnya, Deni sudah berhasil memasukkan
seluruh batang kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska.
Kemudian
dengan reflek Deni menggerakkan kedua pantatnya maju mundur teru-menerus
sambil menghunjamkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Siska.
“Slep.., slep.., slep..,” terdengar ketika Deni melakukan aktivitasnya itu.
Terlihat tubuh Bu Siska bergerak menggelinjang keenakan sambil terus
menggoyang-goyangkan pantatnya mengikuti irama gerakan pantat Deni.
“Ah.., ah.., oh.. Deni.., jangan lepaskan, teruskan, teruskan, jangan
berhenti Deni, oh.., oh..!” terdengar rintihan dan desahan nafas Bu
Siska yang keenakan.
Lama Deni melakukan aktivirasnya itu, menarik dan memasukkan kemaluannya
terus-menerus ke dalam vagina Bu Siska. Sambil mulutnya terus menciumi
dan mengulum kedua puting payudara Bu Siska.
“Oh.., ah.. Bu Siska,
oh.., kamu memang cantik Bu Siska, akan kulakukan apa saja untuk bisa
memuaskan hasrat birahimu, ih.., oh..!” desis Deni keenakan.
“Oh.., Deni.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan seterusnya, oh Deni.., Ibu sudah tak tahan lagi, oh.., ah..!”
Semakin cepat gerakan Deni menarik dan memasukkan kemaluannya ke dalam
vagina Bu Siska, semakin hebat pula goyangan pantat Bu Siska mengikuti
irama permainan Deni, sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak
tidak beraturan.
Semakin panas permainan seks mereka berdua,
sampai akhirnya Bu Siska merintih, “Oh.., ah.., Deni.., Ibu sudah tak
tahan lagi, Ibu sudah tak kuat lagi, Ibu mau keluar, oh Deni.., kamu
memang perkasa..!”
“Keluarkan Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..! Puaskan hasrat Ibu sampai ke puncaknya..!” desis Deni menimpali.
“Mari kita keluarkan bersama-sama Bu Siska..! Oh, aku juga sudah tak tahan lagi,” desis Deni kemudian.
Setelah berkata begitu, Deni menambah genjotannya terhadap Bu Siska,
terus-menerus tanpa henti, semakin cepat, semakin panas, terlihat sekali
kedua tubuh yang basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu
serasi dengan posisi tubuh Deni menindih tubuh Bu Siska.
Sampai
akhirnya Deni merasakan tubuhnya mengejang hebat, begitu pula dengan
tubuh Bu Siska. Keduanya saling merapatkan tubuhnya masing-masing lebih
dalam, seakan-akan tidak ada yang memisahkannya.
“Ser.., ser.., ser..!” terasa keluar cairan kenikmatan keluar dari ujung
kemaluan Deni mengalir ke dalam vagina Bu Siska, begitu nikmat
seakan-akan seperti terbang ke langit ke tujuh, begitu pula dengan tubuh
Bu Siska seakan-akan melayang-layang tanpa henti di udara menikmati
kepuasan yang diberikan oleh Deni.
Sampai akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa kelelahan yang amat sangat setelah bercinta begitu hebat.
Sejenak kemudian, masih dengan posisi yang saling menindih, terpancar senyum kepuasan dari mulut Bu Siska.
“Deni, terima kasih atas apa yang telah kau berikan pada Ibu..,” kata Bu Siska sambil tangannya mengelus-elus rambut Deni.
“Sama-sama Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu berhasil memuaskan
hasrat birahi Ibu,” sahut Deni dengan posisi menyandarkan kepalanya di
atas dada Bu Siska.
Suasana yang begitu mesra.
“Selama disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu ingin kamu selalu memberi kepuasan birahi Ibu..!” pinta Ibu Siska.
“Saya berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang terbaik bagi Ibu..,” kata Deni kemudian.
“Ah, kamu bisa saja,” tersungging senyum di bibir Bu Siska.
“Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?” tanya Deni.
“Lho, kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida berangkat
sekolah juga bisa, dan Bik Sumi di dapur. Di saat keduanya tidur pun
kita bisa melakukannya. Pokoknya setiap saat dan setiap waktu..!” jawab
Bu Siska manja sambil tangannya mengusap-usap punggung Deni.
Sejenak
Deni memandang wajah Bu Siska, sesaat kemudian keduanya sama-sama
tertawa kecil. Akhirnya apa yang mereka pendam berdua terlampiaskan
sudah. Sambil dengan keadaan yang masih telanjang dan posisi saling
merangkul mesra, mereka akhirnya tertidur kelelahan. END
Posted By : 233won.com
Comments
Post a Comment