Bandar Bola Terbaik - Desahan Hot Ngentot Istri Temen
Bandar Bola Terbaik - Desahan Hot Ngentot Istri Temen - Peristiwa ini sebenarnya tak pernah kuduga sebelumnya, mengingat Bu
Evi (teman istriku) tidak menampakkan gejala-gejala nakal sebelumnya.
Apalagi mengingat dia akrab dengan istriku. Istriku pun kelihatannya
percaya dan tak mencurigai kalau aku bepergian dengan Bu Evi. Lagian
kalau niat mau selingkuh, masa Bu Evi berani ke rumahku? Apalagi
mengingat Bu Evi kelihatannya taat beribadah. Tiap hari selalu
mengenakan jilbab.
Bandar Bola Terbaik - Aku dan istriku sama-sama berwiraswasta, tapi
lain bidang. Aku sering jadi mediator, begitu juga Bu Evi. Sementara
istriku membuka toko kebutuhan sehari-hari, jadi bisnisnya cukup
menunggui toko saja. Di belakang rumah, istriku punya bisnis lain,
beternak ribuan burung puyuh yang rajin bertelur tiap hari.
Pada suatu pagi, waktu aku baru mau mandi, istriku menghampiriku,
“Ada Bu Evi, Bang.”
“Oh, iya… kami sudah janjian mau ketemu pemilik tanah yang mau dijadikan perumahan itu,” sahutku,
“Suruh tunggu sebentar, aku mandi dulu.” sambungku.
Istriku lalu
pergi ke depan. Sementara aku bergegas ke kamar mandi. Setelah mandi dan
berdandan, aku melangkah ke ruang tamu. Bu Evi sedang ngobrol dengan
istriku.
“Barusan istri Herman datang, Bang,” kata istriku waktu aku baru duduk di sampingnya,
“Herman sakit, kakinya bengkak, asam uratnya kambuh, jadi gak bisa kerja hari ini.”
“Penyakit langganan,” sahutku dengan senyum sinis.
Dengan hati kesal, karena aku harus nyetir sendiri hari ini. Herman adalah nama sopirku.
“Acaranya hari ini nggak jauh kan?” tanya istriku,
“Sekali-sekali nyetir sendiri kan nggak apa-apa.” sambung istriku.
“Iya… ada sopir atau nggak ada sopir, kegiatanku takkan terhambat,”
kataku, lalu menoleh ke arah Bu Evi yang saat itu mengenakan baju hijau
pucuk daun dan kerudung putih,
“Berangkat sekarang Bu?”
“Baik Pak,” Bu Evi memegang tali tas kecilnya yang tersimpan di pangkuannya.
Tak lama kemudian Bu Evi sudah duduk di sampingku, di dalam sedan yang kukemudikan sendiri.
Obrolan
kami di perjalanan hanya menyangkut masalah bisnis yang ada kaitannya
dengan Bu Evi. Tidak ada yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi,
aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel ketika pemilik
tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya.
Kami
duduk saja di dalam mobil yang parkir menghadap ke kebun tak terawat
sehingga mirip hutan, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh
kenalanku seorang developer. Suasana sunyi sekali. Entah kenapa, suasana
sunyi itu membuatku tiba-tiba iseng memegang tangan Bu Evi.
“Bisa dua jam kita menunggu di sini, Bu.”
“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku,
“Sabar aja Pak, dalam bisnis memang suka ada ujiannya.”
Aku
terdiam, tapi tidak dengan tanganku. Aku mulai meremas tangan wanita 30
tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia juga membalasnya
dengan remasan. Apakah ini berarti, ah… pikiranku melayang tak menentu.
Mungkin di mana-mana lelaki itu sama seperti aku. Dikasih sejengkal mau
sedepa. Remas-remasan tangan tidak berlangsung lama. Kami bukan ABG
lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan?
Sesaat kemudian,
lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai berusaha
membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya yang
sangat tertutup itu. Bu Evi diam saja. Dan akhirnya aku berhasil
menyentuh payudaranya. Tapi dia menepiskan tanganku.
“Duduknya di belakang saja Pak, di sini takut dilihat orang”
Senangnya hatiku. Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau!
“Kenapa
mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika kami sudah
duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju
tangan panjangnya dan ke balik BH-nya.
“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang.
“Tapi Pak… uuuhh… kalau aku jadi horny gimana nih?”
Wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih berpakaian lengkap.
“Kita lakukan saja, asal Bu Evi gak keberatan”
Tanganku makin
berani, menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke balik
celana dalamnya. Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang terasa
lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir kemaluannya, bahkan mulai
menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah basah dan hangat.
“Masa di mobil?” protesnya,
“Kata orang mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…”
“Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja
dulu” kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang
kemaluan Bu Evi yang terasa hangat dan berlendir…
Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik,
“Duh Pak… aku jadi kepengen nih…. kita cari penginapan aja yuk. Bilangin
aja sama orang-orang di sini kalau kita datangnya besok aja.”
“Iya sayang, sekarang ini dirimu lebih penting daripada pemilik tanah itu” bisikku.
“Ya sudah dulu dong,” Bu Evi menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya,
“Nanti kalau aku gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan aku kasih semuanya…”
Aku ketawa kecil. Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi.
Tak
lama kemudian mobilku meluncur di jalan raya. Dengan mudah kudapatkan
hotel kecil di luar kota, sesuai dengan keinginan Bu Evi, karena kalau
di dalam kota takut kepergok oleh orang-orang yang kami kenal. Soalnya
aku punya istri, Bu Evi pun punya suami.
Hotel itu cuma hotel
sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air panas. Tidak
pakai AC, karena udaranya cukup dingin. Bu Evi kini sedang berada di
dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu, sementara aku sudah
tak sabaran menunggunya.
Ketika ia muncul di pintu kamar mandi,
aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi, tampak tergerai,
panjang lebat dan ikal. Jujur, ia tampak jauh lebih seksi saat rambutnya
digerai. Rok bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih
mulus itu tampak jelas di mataku.
Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat,
“Bu Evi cantik….muahhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat di pipinya.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih
pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar.
Lalu
kami bergumul di atas tempat tidur. Berkali-kali Bu Evi memagut
bibirku. Aku menyingkapkan bajunya. Rupanya tak ada apa-apa lagi di
balik bajunya selain tubuh Bu Evi yang begitu mulus. Payudaranya tidak
sebesar payudara istriku tapi tampak indah di mataku, seperti payudara
gadis belasan tahun. Pandanganku melayang ke bawah perutnya, tampak
kemaluannya yang berambut tebal.
Aku pun mulai beraksi. Menjilati
lehernya yang hangat, sementara tanganku mengelus jembut yang lebat itu.
Bu Evi tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu
persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun
menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Seketika batang
kemaluanku seakan melompat mencari pasangannya.
Bu Evi melotot melihat batang kemaluanku yang tegak dengan gagahnya.
“Iiiih… punya Bapak kok panjang gede gitu…. si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.
“Emang punya suami Bu Evi seperti apa?” tanyaku.
“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Evi sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.
Kembali
kuciumi lehernya, lalu turun mengemut puting susunya. Kusedot-sedot dan
sesekali menjilat puting susunya yang kian mengeras itu. Sementara
tanganku mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai
memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya.
Bu Evi
membalas dengan mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya dengan
lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi
aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya
meninggalkan kesan yang indah di kemudian hari.
Setelah puas
mengemut puting susu Bu Evi, bibirku perlahan turun ke arah perutnya,
menjilati pusarnya, lalu turun ke bawah perutnya.
“Pak jangan ke situ…” Bu Evi berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas.
Aku tak menghiraukannya, ku sibak bulu kemaluannya dan mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya.
“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Evi mulai menceracau tak menentu.
Lebih-lebih lagi ketika aku menjilati clitorisnya dan menghisap-hisapnya
“Oooh Pak… aku udah mau keluar nih…” celotehnya membuatku buru-buru
mengarahkan penisku ke vaginanya yang sudah basah dan berlendir.
“Blessss…” sekali tekan penisku langsung terbenam.
“Aduhhh… sudah
masuk Paakk… oohhhh…” Bu Evi menyambutku dengan pelukan erat, bahkan
sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan pantatnya,
“Aku gak bisa nahan lagi…mau keluar Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…”
Lalu
terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti sekarat.
Rupanya dia sudah orgasme, terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu
jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,” bisikku yang mulai gencar mengayun
batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Evi.
Beberapa
saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin gencar
menggoyang pinggulnya, sehingga penisku serasa dibesot-besot oleh liang
surgawi Bu Evi. Aku tahu goyangan itu bukan sekadar ingin memberikan
kepuasan untukku, tapi juga mencari kepuasan untuknya sendiri. Karena
gesekan penisku dengan liang kemaluannya jadi semakin keras, kelentitnya
pun berkali-kali terkena gesekan penisku.
“Aduuh… Pak… enak sekali… aku bisa ketagihan nanti Pak” celotehnya dengan napas tersengal-sengal.
“Aku juga bisa ketagihan, vaginamu enak sekali sayang… benar-benar enak
sekali” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan
enaknya gesekan dinding liang kemaluannya.
Aku memang tidak
berlebihan. Entah kenapa, rasanya persetubuhanku kali ini terasa
fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut “Selingkuh Itu Indah”.
Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan pantat Bu Evi juga
konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa.
Dalam tempo singkat
saja keringatku mulai bercucuran. Bu Evi pun tampak sangat menikmati
enjotan batang kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu
melingkari pinggangku, sementara rengekan-rengekannya tiada henti
terlontar dari mulutnya.
“Ooh… aaahhh… aduh Pak… enak Pak… aku mau keluar lagi nih Pak.”
“Kita barengin keluarnya yok…” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku.
“Iya Pak… biar nikmat…” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan
pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti
dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.
Sampai
pada suatu saat, kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku terpejam,
napasku tertahan, batang kemaluanku membenam sedalam-dalamnya, lalu kami
seperti orang kesurupan, sama-sama berkelojotan di puncak kenikmatan.
“Crott..Croot..crottt..” Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam
liang vagina Bu Evi yang terasa berkedut-kedut, lalu kami sama-sama
terkapar dengan keringat bercucuran.
“Ini yang pertama kalinya aku
digauli oleh lelaki yang bukan suami aku…” kata Bu Evi sambil
membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di dalam vaginanya.
“Sama…aku juga baru sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang
bukan istri aku. Terimakasih sayang….mulai saat ini Bu Evi jadi istri
rahasiaku…” jawabku dengan ciuman hangat di bibirnya.
“Dan Bapak jadi suami kedua aku…” sambung Bu Evi.
“Tadi kok enak sekali ya Pak?” tanya Bu Evi dengan wajah menunjukkan kepuasan.
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah biasa, jadi nggak ada
yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam, nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa, aku kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…” sahutnya dengan senyum manisnya.
“Asyik dong, jadi aman…” jawabku sambil tersenyum.
“Aku pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…”
Kata-kata
Bu Evi itu membuat napsuku bangkit lagi. Dan batang kemaluanku yang
masih terbenam di dalam vaginanya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba
menggerak-gerakkannya, ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi.
Batang
kemaluanku sudah mondar mandir lagi di liang vagina Bu Evi yang sudah
banyak lendirnya sehingga aku bisa mengenjotnya dengan leluasa. Lalu aku
menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Evi action dari atas
tubuhku. Setengah duduk ia menaik turunkan pinggulnya, sehingga aku
cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang kemaluanku ke
atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya.
Dengan posisi aku berada
di bawah, membuatku leluasa meremas payudara Bu Evi. Sesekali kuremas
juga pantatnya yang montok dan padat itu, membuat Bu Evi mendapat
kenikmatan lebih. Penisku menyundul-nyundul dasar vaginanya, membuatnya
cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini.
Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, lalu terdengar erangan
nikmatnya,
“Aahhh… aku keluar lagi Paak…” Bu Evi ambruk di dalam dekapanku.
Tapi
aku seolah tak peduli bahwa Bu Evi sudah orgasme lagi. Butuh beberapa
saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu vitalitas. Yang
jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot vagina teman
bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk erat-erat,
tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam vaginanya yang sudah orgasme
kesekian kalinya.
Bu Evi memejamkan matanya waktu aku mulai
mengenjotnya lagi dengan posisi dia di bawah aku di atas. Lalu beberapa
saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil
menggoyang-goyangkan pinggulnya. Aku pun makin ganas mengenjotnya. Tapi
ia tak mau kalah ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan.
Membuatku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
“Oooh… enak banget
Paak… aku mau keluar lagi… kita barengan lagi Pak…” celotehnya setelah
batang kemaluanku cukup lama mengenjot liang vaginanya.
Aku setuju. Ku genjot penisku dengan kecepatan tinggi, sampai akhirnya
kami sama-sama berkelojotan lagi saling peluk, saling lumat dan akhirnya
air maniku menyemprot di vaginanya, diikuti dengan rintihan Bu Evi
mencapai orgasmenya. Dan kami pun terkapar diatas ranjang.
Setelah selesai bertarung dalam kenikmatan kami berbenah diri untuk segera pulang.
“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Evi waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi.
“Iya… dari rumah gak ada rencana… tapi tadi mendadak ada keinginan…
untunglah Bu Evi gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku sambil
memeluk tubuhnya dan mengecup mesra bibirnya.
“Kita harus
berterimakasih pada pemilik tanah itu, gara-gara dia gak ada di tempat,
kita jadi ada acara mendadak begini.” kata Bu Evi perlahan sambil
tersenyum dan memeluk pinggangku.
Aku mengangguk dengan senyum. Sementara hatiku berkata, “Gara-gara
sopirku gak masuk, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku
tentu takkan sebebas ini.”
Sore itu kami pulang ke rumah
masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku
sudah tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu Evi.
Salah satu smsnya berbunyi: “Puas banget…punya aku sampe terasa seperti
jebol… punya bapak kegedean sih… kapan kita ketemuan lagi?”
Kujawab singkat, “Kapan pun aku siap..”
Satu kisah indah telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan. END
Posted By : 233won.com
Comments
Post a Comment