Agen Casino 338A - Cerita Mesum Arisan Berondong Tante Girang
Agen Casino 338A - Cerita Mesum Arisan Berondong Tante Girang - Tulisan ini diangkat berdasarkan kisah dan pengalaman yang sesungguhnya
dengan nama pelaku serta tempat yang telah diubah. Apabila terdapat
kesamaan nama maupun tempat peristiwa dalam tulisan ini, hal itu hanya
merupakan suatu kebetulan belaka dan tidak ada hubungannya dengan siapa
pun juga. “Apa yang akan aku lakukan di sini?” pikirku ketika tiba di
depan pintu gerbang villa itu.
Agen Casino 338A - Villa tersebut terletak di sebuah
bukit terpencil di tengah kerimbunan hutan pinus. Untuk sampai di sana
kita harus melalui sebuah jalan kecil yang merupakan jalan pribadi yang
menghubungi villa tersebut dengan jalan utama. Di ujung jalan tersebut
kita akan menjumpai sebuah pintu gerbang yang kokoh terbuat dari besi
memagari sebuah bangunan artistik dikelilingi oleh taman yang asri.
Begitu kami mendekati gerbang tersebut, tiba-tiba dua orang laki-laki
berpotongan rambut pendek dengan tubuh kekar menghampiri kami.
Suamiku
segera menyodorkan sebuah kartu nama yang entah dari mana dia peroleh.
Kemudian dengan wajah ramah mereka membukakan pintu dan mempersilakan
kami masuk. Di dalam pekarangan villa itu kulihat beberapa mobil telah
terparkir di sana dan salah satunya adalah mobil Priyono sahabat
suamiku. Keluarga kami dan keluarga Priyono memang bersahabat. Umur kami
tidak jauh berbeda sehingga kami mempunyai persamaan dalam pergaulan.
Suamiku seorang pengusaha muda sukses, demikian juga Priyono. Baik
suamiku maupun Priyono mereka sama-sama sibuknya.
Mereka
kelihatannya selalu dikejar waktu untuk meraih sukses yang lebih besar
lagi bagi keuntungan bisnisnya. Sehingga boleh dikatakan hidup kami
sangat berlebih sekali akan tetapi di lain sisi waktu untuk keluarga
menjadi terbatas sekali. Hanya pada hari-hari weekend saja kami baru
dapat berkumpul bersama. Dan itu pun apabila suamiku tidak ada urusan
bisnisnya di luar kota. Keadaan itu dialami juga oleh istri Priyono,
Novie. Sehingga antara aku dan istri Priyono merasa cocok dan akrab satu
sama lainnya. Kami juga selalu mengatur waktu senggang bersama untuk
melakukan pertemuan-pertemuan rutin atau rekreasi bersama. Kebetulan
istri Priyono, juga agak sebaya denganku. Bedanya dia baru berumur tiga
puluh tahun sedangkan aku telah berumur tiga puluh lima tahun. Apalagi
wajahnya masih tetap seperti anak-anak remaja dengan tahi lalat di atas
bibirnya membuat penampilan istri Priyono kelihatan lebih muda lagi.
Selain
itu bentuk tubuhnya agak mungil dibandingkan denganku. Badannya
semampai namun berbentuk sangat atletis. Maklumlah selain dia secara
rutin mengikuti kegiatan latihan di salah satu fitness center, dia juga
memang seorang atlet renang. Sehingga warna kulitnya agak
kecoklatan-coklatan terkena sinar matahari. Berbeda denganku yang
berkulit agak putih dengan bentuk tubuh yang agak lebih gemuk sedikit
sehingga buah dada dan pinggulku lebih kelihatan menonjol dibandingkan
dengan istri Priyono.
Menurut pandanganku penampilan istri Priyono
manis sekali. Ada suatu daya tarik tersendiri yang dimilikinya
setidak-tidaknya demikian juga menurut suamiku. Aku tahu hal itu karena
suamiku sering membicarakannya dan malahan pernah bergurau kepadaku
bagaimana rasanya sekiranya dia melakukan hubungan seks dengan istri
Priyono. Pertemuan kami dengan keluarga Priyono pada mulanya diisi
dengan pergi makan malam bersama atau mengunjungi club rekreasi para
eksekutif di setiap akhir pekan. Sekali-sekali kami bermain kartu atau
pergi berdarmawisata. Akan tetapi ketika hal tersebut sudah mulai terasa
rutin, pada suatu saat suamiku dan Priyono mengajak kami untuk ikut
menjadi anggota CAPS. “Apa artinya itu..?” kataku.
“Artinya
adalah Club Arisan Para Suami atau disingkat CAPS, kalau diucapkan dalam
bahasa Inggris jadi kep’es, tuh gagah nggak namanya”, jawab Priyono.
“Walah, baru tahu sekarang para suami juga kayak perempuan, pakai arisan segala”, kataku.
“Ini arisan bukan sembarang arisan..”, kata Priyono membela diri.
“Dahulu
mau dinamakan The Golden Key Club, tapi gara-gara Eddy Tanzil maka
namanya diganti jadi CAPS, Club Arisan Para Suami”, katanya lagi.
“Ya sudah kalau begitu.., kalau arisan para suami kenapa istri perlu dibawa-bawa ikut jadi anggota?” debatku lagi.
“Rupanya
belum tahu dia..!” kata Prioyono dalam logat Madura seraya menunjukkan
jempol ke arahku sambil melirik kepada suamiku. Suamiku juga jadi ikut
tertawa mendengar logat Prioyono itu. “Hei, rupanya pake
rahasia-rahasiaan segala ya..!” kataku sambil memukul pundaknya.
“Iya
Mbak.., mereka berdua sekarang ini lagi selalu kasak-kusuk saja.
Jangan-jangan memang punya rahasia yang terpendam”, tiba-tiba kata istri
Priyono menimpaliku.
“Eh, jangan marah dulu.. club arisan ini
merupakan suatu club yang ekslusif. Tidak sembarangan orang boleh ikut!
Hanya mereka yang merupakan kawan dekat saja yang boleh ikut dan itu
juga harus memenuhi syarat!”
“Syarat apa..?!”
“Misalnya para
anggota harus terdiri dari pasangan suami istri yang sah! Betul-betul
sah.. saah.. saah!” katanya meniru gaya Marisa Haque diiklan TV.
“Kalau
belum beristri atau bukan istri yang sah, dilarang keras untuk ikut!
Oleh karena itu untuk ikut arisan ini perlu dilakukan seleksi yang ketat
sekali dan tidak main-main! Jadi nggak ada yang namanya itu
rahasiaan-rahasiaan..!” kata Priyono lagi. “Ah kayak mau jadi caleg
saja.. pakai diseleksi segala! Nggak mau sekalian juga pakai Litsus,
terus penataran! Arisan ya arisan saja..! Dimana-mana juga sama!
Paling-paling Bapak-bapaknya ngumpul ngobrolin cewek-cewek dan
Ibu-ibunya ngerumpi sambil comot makanan disana-sini.., akhirnya
perutnya jadi gendut dan pulang-pulang jadi bertengkar di rumah karena
dengar gosip ini itu!” kataku.
“Nah, disini masalahnya. Arisan kita itu bukan arisan gosip, tapi arisan yang sip!” kata Priyono.
“Jadi
arisan apa pun itu, apa sip, apa sup, apa saham, emas, berlian, Mercy
atau BMW, ya akhirnya semua sama saja.., yang keluar duluan hanya
gosip?” kataku ketus.
“Bukan.., bukan seperti itu. Malahan
sebaliknya.., arisan ini justru bertujuan buat mengharmoniskan kehidupan
perkawinan antara suami istri!” jawab Priyono.
“Lho, untuk itu kenapa mesti arisan..?” kataku lagi.
“Boleh
nggak diberi tahu Mas?” kata Priyono sambil melirik kepada suamiku.
Suamiku tersenyum sambil mengangguk. “Begini Mbak, terus terang saja,
arisan kita itu bentuknya kegiatan tukar-menukar pasangan”, katanya.
“Pasangan?! Pasangan apa..?” jawabku dengan sangat heran.
“Ya itu, pasangan suami-istri”, tiba-tiba suamiku menyeletuk.
“Mengapa
harus ditukar-tukar sih? Dan apanya yang ditukar?” tanyaku karena aku
jadi semakin tidak mengerti atas penjelasan suamiku itu.
“Walah, penjelasannya panjang.., ini kan jaman emansipasi”, kata suamiku.
“Memangnya apa hubungannya dengan jaman emansipasi!” aku menyela kata-kata suamiku.
“Begini.., kegiatan club ini sebenarnya bertujuan untuk mengharmoniskan kehidupan suami istri dalam rumah tangga”, kata suamiku.
“Jadi..”
“Jadi.., jadi ya kau ikut saja dulu deh! Nanti baru tahu manfaatnya!” kata Priyono menyeletuk.
“Nggak
mau ah kalau hanya ikut-ikutan!” “Begini Neng!” kata suamiku.
“Singkatnya menurut pandangan para pakar seksualogi dalam kehidupan
perkawinan seseorang pada saat-saat tertentu terdapat suatu periode
rawan dimana dalam periode tersebut kehidupan perkawinan seseorang itu
mengalami krisis. Krisis ini apabila tidak disadari akan menimbulkan
bencana yang besar yaitu tidak adanya kegairahan lagi dalam kehidupan
perkawinan. Apabila tidak ada kegairahan lagi antara suami-istri
biasanya akan membawa akibat yang fatal”, kata suamiku lagi.
“Misalnya bagaimana?”
“Ya
dalam kehidupan perkawinan itu secara tidak disadari timbul
kejenuhan-kejenuhan. Kejenuhan yang paling utama dalam periode tersebut
biasanya dalam masalah hubungan badan antara suami istri, pada periode
tersebut hubungan seks antara suami-istri tidak lagi menyala-nyala
sebagaimana pada masa setelah pengantin baru. Kedua belah pihak biasanya
telah kehilangan kegairahan dalam hubungan mereka di tempat tidur yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Hubungan badan suami istri tersebut
akhirnya terasa menjadi datar dan hanya merupakan suatu hal yang rutin
saja. Untuk mengatasi hal itu bagi para pasangan suami istri perlu
mendapatkan penggantian suasana, khususnya suasana dalam hubungan di
tempat tidur”, kata suamiku. “Ah itu kan hanya alasan yang dicari-cari
saja.., bilang saja kalau sudah bosan dengan istri atau mau cari yang
lain!” kataku.
“Nah, disinilah memang letak masalahnya.., yaitu
‘kebosanan’.., dan ‘wanita lain’. Hal itu sangat betul sekali.., karena
‘kebosanan’ merupakan sifat manusia, sedangkan ‘keinginan kepada wanita
lain’ secara terus terang itu merupakan sifat naluri kaum laki-laki
secara umum, disadari atau tidak disadari, diakui atau tidak diakui,
mereka mempunyai naluri poligamis, yaitu berkeinginan untuk melakukan
hubungan badan tidak dengan satu wanita saja. Akan tetapi sifat-sifat
ini justru merupakan ’sumber konflik utama’ dari krisis kehidupan
perkawinan seseorang! Nah!, hal inilah yang akan dicegah dalam kegiatan
club itu!” “Jelasnya bagaimana?” kataku.
“Apabila seorang suami
menuruti naluri kelaki-lakiannya itu, maka dia cenderung akan melakukan
penyelewengan dengan wanita lain secara sembunyi-sembunyi. Mengapa..?
Karena dia tahu hal itu akan merupakan sumber konflik dalam rumah tangga
yang sangat berbahaya. Pertama-tama karena dia tahu istri tidak
menyetujuinya, oleh karena itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yang
kedua hal itu membuat suatu keadaan yang tidak adil dalam kehidupan
suami-istri. Kalau suaminya bisa merasakan orang lain, untuk mendapatkan
kenikmatan seksual yang lain daripada istrinya, kenapa istrinya
tidak..!” “Apakah memang demikian problem dari sebuah perkawinan? Aku
kira bukan hanya soal seks saja yang menjadi konflik dalam hubungan
suami istri, namun juga tentunya ada unsur lainnya!” kataku
berargumentasi.
“Tidak salah pendapatmu! Memang benar dalam suatu
perkawinan banyak unsur yang mempengaruhinya, akan tetapi dalam
perkawinan hanya ada dua unsur saja yang paling dominan, ibarat kopi
dengan susunya!” kata suamiku. “Apa hubungan perkawian dengan kopi
susu?” tanyaku agak heran.
“Begini..” kata suamiku selanjutnya.
“Dalam suatu perkawinan sebenarnya merupakan campuran antara dua unsur
yang sangat berbeda, yaitu antara unsur ‘cinta’ dan unsur ‘kenikmatan
seks’. Kedua unsur ini saling melengkapi dalam hubungan perkawinan
seseorang. Unsur cinta adalah merupakan faktor yang dominan yang
merupakan faktor utama terjalinnya suatu ikatan batin antara dua insan
yang berlainan jenis. Unsur cinta ditandai dengan adanya kerelaan
pengabdian dan pengorbanan dari masing-masing pihak dengan penuh
keihlasan dan tanpa mementingkan egoisme dalam diri pribadi. Sedangkan
unsur kenikmatan seks adalah merupakan unsur penunjang yang dapat
memperkokoh dan mewarnai unsur cinta tersebut. Unsur ini ditandai dengan
manifestasi adanya keinginan melakukan hubungan hubungan tubuh dari dua
insan yang berlainan jenis, adanya kobaran nafsu birahi serta adanya
keinginan dari masing-masing pihak untuk mendominasi pasangannya secara
egois. Adanya nafsu birahi ini dalam diri kita sebagai mahluk alam
adalah wajar dan bukan sesuatu yang memalukan. Nah.., kedua unsur tadi
apabila kita ibaratkan seperti minuman tidak bedanya sebagai ‘kopi’
dengan ’susunya’. Unsur cinta dapat diibaratkan sebagai kopi dan unsur
kenikmatan seks dapat diibaratkan sebagai susunya. Kedua unsur yang
saling berbeda ini dapat dinikmati dengan berbagai cara. Apakah ingin
dicampur sehingga menjadi sesuatu yang baru yang lain rasanya daripada
aslinya atau dinikmati secara sendiri-sendiri sesuai dengan rasa
aslinya!” “Jadi apa hubungannya dengan arisanmu sekarang?”
“Nah,
arisan ini bertujuan untuk membuat keadaan yang adil dan berimbang di
antara suami dan istri. Kedua-duanya harus mempunyai hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tuntutan dari wanita itu sendiri
untuk beremansipasi. Dan hak itu tidak terkecuali walaupun dalam
hubungan seks, para istri juga harus diberi kesempatan yang sama seperti
para suami. Para istri juga harus dapat memilih kehendaknya, apakah
sewaktu-waktu dia ingin minum ‘kopinya’ saja, atau ’susunya’ saja, atau
‘kopi susunya’. Masalahnya sekarang, bagaimana mewujudkan hal itu. Kalau
dilakukan oleh para suami atau para istri itu secara sendiri-sendiri,
maka akan menjadi kacau dan malahan tujuannya mungkin tidak akan
tercapai. Oleh karena itu perlu diusahakan secara terorganisir. Yang
paling gampang ya, dalam bentuk kegiatan arisan seperti ini”, kata
suamiku. “Iya Mbak, siapa tahu akhirnya para istri juga akan dapat
menikmatinya.., eh malahan jangan-jangan jadi lebih doyan!” kata Priyono
menimpali komentar suamiku.
“Ah, kau kayak bensin saja.., langsung nyamber!” kataku.
“Kalau begitu bukankah hal itu juga merupakan suatu penyelewengan dalam perkawinan?” tiba-tiba kata istri Priyono berkomentar.
“Tentu
saja bukan..! Karena apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu
dikatakan menyeleweng apabila dia melakukan hal di luar pengetahuan
pasangannya. Atau dengan kata lain dia melakukan itu secara
sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya tidak tahu dan tidak pernah
menyetujuinya. Berlainan dengan kegiatan ini. Semuanya terbuka dan
melalui persetujuan bersama antara kedua pasangan suami-istri itu”,
jawab suamiku. Pada akhirnya setelah menjalani debat yang panjang dalam
forum resmi maupun tidak resmi, aku dan istri Priyono mengalah. Resolusi
para suami itu kami terima dengan catatan kami ikut dalam kegiatan club
ini semata-mata hanya untuk sekedar ingin tahu saja dan tidak ada
tujuan lain yang lebih dari itu. Selain daripada itu kami mengalah untuk
membuat hati para suami senang. Oleh karena itulah malam ini akhirnya
aku berada di tempat ini. Aku mengenakan gaun dari bahan satin yang agak
tipis yang agak ketat melekat di tubuhku. Aku mengenakan gaun ini
adalah juga atas anjuran suamiku. Suamiku berkata bahwa aku sangat
menarik apabila mengenakan pakaian yang agak ketat dan terbuka. Aku kira
pendapat suamiku benar, karena dengan memakai gaun ini aku lihat bentuk
tubuhku jadi semakin nyata lekak-lekuknya. Apalagi dengan model
potongan dada yang agak rendah membuat pangkal buah dadaku yang putih
bersih kelihatan agak tersembul keluar membentuk dua buah bukit lembut
yang indah. Tidak berapa lama kami berdiri di depan pintu, seseorang
membuka pintu dan langsung menyalami kami.
“Selamat datang dan selamat malam”, katanya langsung sambil menyalami kami.
“Perkenalkan
saya Djodi, tuan rumah di sini, dan ini istriku.., panggil saja Siska!”
katanya langsung memperkenalkan seorang wanita yang tiba-tiba muncul.
Dandanannya agak menor untuk menutupi kerut wajahnya yang sudah dimakan
usia. Tapi secara keseluruhan bentuk tubuhnya masih boleh jugalah. Buah
dadanya subur walaupun perutnya kelihatan agak gendut. Kelihatannya dia
itu seorang keturunan Cina. Selanjutnya kami dipersilakan masuk ke dalam
ruangan tamu. Suasana dalam ruangan itu kudapati biasa-biasa saja. Di
sudut-sudut ruangan terdapat makanan kecil dan buah-buahan. Di sudut
lainnya ada sebuah bar yang kelihatan lengkap sekali jenis minumannya.
Sementara itu suara iringan musik terdengar samar-samar mengalun dengan
lembut dari ruang tamu yang besar. Yang membedakannya adalah para
tamunya. Kelihatannya tidak begitu banyak, kuhitung hanya ada belasan
orang dan wanitanya semua berdandan secantik mungkin dengan pakaian yang
lebih seksi daripada yang kukenakan.
Demikian juga aku tidak
melihat seorang pelayan pun atau petugas catering yang biasanya
mengurusi konsumsi dalam pesta-pesta yang diadakan di rumah-rumah mewah
seperti ini. “Silakan.. help your self saja”, kata nyonya rumah kepada
kami dalam bahasa Inggris logat Cina Singapore. “Memang sengaja para
pembantu semuanya sudah disuruh ngungsi.., you know kan, agar privacy
kita tidak terganggu!” katanya lagi dengan suara yang genit. Kami segera
berbaur dengan pasangan-pasangan lainnya yang sudah ada di sana.
Priyono
dan istrinya sedang mengobrol dikelilingi beberapa pasangan lainnya.
Aku lihat istri Priyono benar-benar sangat menarik sekali malam itu
dengan pakaiannya yang agak tembus pandang membuat mata kita mau tidak
mau akan segera terjebak untuk memperhatikannya dengan seksama, apakah
dia memakai pakaian dalam di balik itu. Sehingga dalam pakaian itu dia
tidak saja kelihatan sangat cantik akan tetapi juga seksi. Melihat
penampilan istri Priyono, suamiku jadi sangat antusias sekali. Dia terus
memperhatikan istri Priyono tanpa mempedulikanku lagi. Sikap suamiku
yang demikian menimbulkan juga rasa cemburu di hatiku. Jadi benar
dugaanku, rupanya suamiku benar tertarik kepada istri Priyono. Pantas
saja dia sering memujinya bahkan sering mengatakan kepadaku secara
bergurau bagaimana rasanya kalau berhubungan kelamin dengan istri
Priyono. Tidak berapa lama kemudian tuan rumah beserta istrinya
menghampiri kami. “Mari kita ambil minum dahulu”, katanya sambil
langsung menuju bar. Salah seorang tamu kemudian bertindak sebagai bar
tender. Dengan cekatan dia membuatkan minuman yang dipilih masing-masing
orang dan kebanyakan mereka memilih minuman yang bercampur akohol.
Kecuali aku dan istri Priyono. Aku memang tidak begitu tahan terhadap
minuman beralkohol. “Anda minum apa?” tanyanya kepadaku dan istri
Priyono.
“Coca cola saja..!” kataku.
“Pakai rum, bourbon atau scotch?” “Terima kasih.., coca cola saja..!”
“Oo,
di sini tidak boleh minum itu! Itu termasuk minuman kedua yang dilarang
di sini..!” katanya dalam nada yang jenaka. “Minuman pertama yang
dilarang adalah cola atau lainnya yang dicampur dengan Baygone! Yang
kedua minuman yang anda pilih tadi, jadi mau tidak mau harus dicampur
sedikit dengan rum atau lainnya. Saya kira ‘rum and cola’ cocok untuk
anda berdua!” katanya lagi sambil terus mencampur rum dan segelas cola
serta menaruh es batu ke dalamnya.
“Ini.., cobalah dahulu..,
buatan bar tender terkenal!” katanya sambil menyodorkan gelas itu kepada
kami. Selesai membuat minuman dia segera bergabung dengan kami.
“Anda cantik sekali dengan busana ini”, katanya seraya memegang pundakku yang terbuka.
Aku
agak menjauhinya seketika karena kukira dia mabuk. Tapi sesungguhnya
hal itu disebabkan aku tidak terbiasa beramah-ramah dengan seorang pria
asing yang belum kukenal benar.
“Terima kasih”, kataku berusaha menjawabnya.
“Dada anda bagus sekali”, katanya sambil menatap dalam-dalam ke arah belahan dada gaunku.
Dia
diam sejenak. Kemudian dia mulai memperhatikanku secara khusus.
Kelihatannya dia sedang menilaiku. Aku dapat membacanya dari senyumnya
yang tersembunyi. Apabila waktu yang lalu ada seorang laki-laki yang
memandang diriku secara demikian maka suamiku mungkin akan segera
mengirimkan bogem mentah kepadanya. Aku pun kemudian mulai memperhatikan
penampilannya. Aku berpikir apakah dia laki-laki yang akan meniduriku
nanti? Tidak begitu jelek juga, pikirku. Tinggi badannya kira-kira 170
cm, dengan bahu yang bidang dan wajah yang ramah menarik. Aku berpikir
rupanya dalam club ini untuk dapat tidur dengan seorang wanita tidak
berbeda bagaikan akan membeli seekor sapi saja. Namun secara tidak
disadari aku menyukai juga ucapannya itu terutama datangnya dari seorang
pria yang tidak aku kenal dan di hadapan suamiku. Kuharap dia dengar
kata-kata itu. Kata-kata itu ditujukan kepadaku, bukan kepada istri
Priyono. Ya, pada saat itu aku merasa agak melambung juga walaupun hanya
sedikit. Aku segera menghabiskan minumanku. Aku memang selalu berbuat
itu, akan tetapi rupanya dia mengartikannya lain bahwa aku ingin segera
memulai sesuatu.
“Jangan terburu-buru!” katanya.
“Kita belum
lagi tahu cottage mana yang akan anda tempati”, katanya sambil menambah
minumanku. “Akan tetapi saya senang sekali apabila nanti kita dapat
tempat yang sama dan segera ke sana.” bisiknya.
Aku menjadi agak
terselak seketika. Hal ini disebabkan bukan hanya aku kaget mendengar
bisikannya itu, tetapi juga minumanku terasa sangat keras sehingga
kepalaku langsung terasa mulai berat.
“Saya benar-benar baru pertama kali mengikuti pertemuan ini”, tiba-tiba aku berkata secara spontan.
“Ohh”, katanya agak kaget. Kemudian dia menatapku dengan pandangan yang menyesal.
“Saya harap kata-kata saya tadi tidak menyinggung anda.” bisiknya dengan nada minta maaf.
“Sungguh..
sungguh tidak”, kataku sambil memberikan senyuman. Tidak berapa lama
kemudian tuan rumah mengumumkan akan melakukan penarikan nomor arisan.
Semula aku mengira tuan rumah akan menarik nama pasangan yang akan
mendapat arisan bulan ini sebagaimana arisan-arisan biasa lainnya. Akan
tetapi dugaanku meleset. Mula-mula tuan rumah meminta kami untuk
berkelompok secara terpisah antara suami istri. Para suami membuat
kelompok sendiri dan para istri juga membuat kelompok sendiri.
Selanjutnya kami masing-masing diminta mengambil amplop kecil dalam dua
buah bowl kristal yang berbeda yang diletakkan pada masing-masing
kelompok. Satunya untuk para suami dan satunya lagi untuk para istrinya.
Amplop kecil tersebut ternyata berisi sebuah kunci dengan gantungannya
yang bertuliskan sebuah nomor. Aku bertanya kepada wanita di sebelahku
yang kelihatan sudah biasa dalam kegiatan ini.
“Kunci ini adalah
kunci cottage yang ada di sekitar villa ini..” katanya. “Jadi nanti kita
cocokkan nomor yang ada di kunci itu dengan nomor bungalow atau kamar
di sana.”
“Terus..” kataku selanjutnya.
“Terus..!?” katanya
sambil memandang kepadaku dengan agak heran. “Terus..? Oh ya.., kita
tunggu saja siapa yang dapat kunci dengan nomor yang sama!” Tiba-tiba
hatiku menjadi kecut. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan
dilakukan dalam cottage itu. Apalagi hanya berduaan dengan laki-laki
yang bukan suami kita.
“Jadi kita hanya dengan berdua dalam cottage itu?”
“Ya, karena kuncinya sudah pas sepasang-sepasang!”
“Jadi kita tidak tahu siapa yang dapat kunci dengan nomor yang sama dengan nomor kita?” kataku untuk menegaskan dugaanku.
“Ya,
memang sekarang ini sistemnya berbeda. Dahulu pada waktu club ini
disebut The Golden Key Club memang kita bisa ketahui karena para
pesertanya mula-mula berada dalam sebuah kamar masing-masing. Jadi kita
tahu siapa di kamar nomor berapa. Kemudian baru para suami keluar dan
saling tukar menukar kunci kamar mereka dimana para istrinya berada di
dalamnya. Sekarang sistem itu telah dirubah. Karena dengan sistem itu
ada anggota yang suka curang. Dia memilih pasangan yang diincarnya
sehingga timbul komplain dari anggota yang lain. Sekarang masing-masing
pasangan mengambil kunci kamar secara diundi dan disaksikan oleh semua
anggota. Sehingga sekarang lebih fair karena anggota tidak dapat memilih
pasangannya yang diincar terlebih dahulu. Kelemahannya dalam sistem ini
ada kemungkinan pasangan suami-istri itu juga akan mendapatkan nomor
yang sama. Kalau sudah begitu ya nasibnya lah.., kali ini dia tidak
dapat apa-apa.” Sekarang aku baru mengerti mengapa club ini dahulu
dinamakan The Golden Key Club. Selesai kami mengambil kunci semua
berkumpul kembali di ruang tamu. Tuan rumah meminta kami untuk mengambil
gelas sampanye masing-masing kemudian kami bersulang. Aku mereguk
sampanye itu sekaligus sehingga kepalaku kini terasa semakin berat.
“Dapat nomor berapa?” kata suamiku yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
“Nomor delapan..!” jawabku.
“Untung..! ”
“Kenapa untung?”
“Ya untung tidak dapat nomor yang sama.., nomorku duabelas!” katanya.
“Itu bukan untung tapi cilaka.., cilaka duabelas namanya!”
“Ya tapinya untung juga..!” jawab suamiku.
“Kenapa..?”
“Untung bukan cilaka tigabelas!” jawabnya sambil tertawa.
“Sudah percuma berdebat di sini..!” kataku. “Eh kalau Novie dapat nomor berapa ya?” kataku lagi.
“Iya
ya.., nomor berapa dia, tolong kau tanyakan dong!” Rupanya aku tidak
usah berpayah-payah mencari Novie karena tiba-tiba Priyono dan istrinya
sudah berada di dekat kami.
“Eh, kamu dapat nomor berapa?” aku berbisik kepada Novie. “Nomor duabelas Mbak..” jawabnya.
Aku
jadi terhenyak. Jadi maksud suamiku untuk meniduri istri Priyono kini
tercapai. Aku segera memberi isyarat kepada suamiku bahwa nomornya sama
dengan nomor dia. Suamiku kelihatan berseri-seri sekali ketika menerima
isyaratku. Aku jadi agak cemburu lagi melihat tingkahnya. Dia
bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti irama musik yang mengalun di ruangan
itu. Tidak berapa lama kemudian lampu-lampu di seluruh ruangan itu mulai
meredup. Ruangan itu kini menjadi agak gelap dan alunan musik berirama
slow terdengar lebih keras lagi. Suasana dalam ruangan itu kini jadi
lebih romantis. Aku lihat beberapa pasangan yang mulai berdansa tapi
kebanyakan dari mereka menyelinap satu persatu, mungkin menuju
cottage-nya masing-masing, tapi ada juga yang masih duduk-duduk
mengobrol di sofa. Tiba-tiba Priyono mengajakku untuk berdansa. Dan
sudah barang tentu suamiku segera juga mengajak istri Priyono berdansa.
Ketika kami berdansa Priyono mendekapku erat-erat. Begitu sangat eratnya
sehingga seolah-olah kami dapat mendengar degub jantung di dada
masing-masing.
“Kamu dapat nomor berapa?” tiba-tiba Priyono berbisik di telingaku.
“Nomor delapan!” jawabku.
“Ah, sayang..”
“Mengapa?” kataku lagi.
“Aku nomor enam!” katanya lagi.
“Siapa itu..?” tanyaku.
“Aku dengar sih Nyonya Siska, istrinya tuan rumah!”
“Wah, enak dong.., orangnya sintal, mungkin tiga hari nggak habis dimakan!” kataku berseloroh.
“Jangan ngeledek ya..!” katanya.
“Memangnya kenapa..? Kan betul orangnya sintal!”
“Potongan seperti itu bukan typeku!” katanya.
“Typemu seperti apa sih?” kataku.
“Seperti
kamu..!” katanya lagi sambil terus mendusal-dusal leherku. Aku jadi
agak bergelinjang juga leherku diciumi Priyono sedemikian rupa. Selama
kami bergaul belum pernah dia melakukan hal yang tidak senonoh denganku.
Dia sangat sopan terhadapku. Tapi malam ini tiba-tiba saja dia berbuat
itu. Apakah karena pengaruh alkohol yang dia minum tadi atau memang
selama ini dia juga mempunyai perasaan yang terpendam terhadap diriku.
Perasaanku kini jadi melambung kembali. Ditambah dengan pengaruh alkohol
yang aku minum tadi, aku merasakan adanya gairah birahi yang timbul
dalam diriku ketika berdekapan Priyono sehingga aku pasrah saja leherku
didusal-dusalnya. “Eh, kau ngerayu, atau mabok..? Kenapa dari dulu-dulu
nggak bilang!” kataku sambil terus mendekapkan tubuhku lebih erat lagi
sehingga buah dadaku terasa menyatu dengan dadanya.
“Malu sama suamimu!”
“Kenapa
malu.., dia sendiri juga sering cerita bahwa dia suka sama istri kamu,
eh sekarang dia dapat nomor kamar istrimu lagi!” kataku lagi.
“Oh ya..?” kata Priyono. “Kalau aku dulu bilang.., kau terus mau apa?”
“Tentunya kita nggak usah payah-payah ikut arisan di sini.. di rumah saja!”
“Ah,
kau..!” katanya sambil terus menempelkan pipinya ke pipiku. Selanjutnya
begitu irama musik hampir selesai, tiba-tiba Priyono meraih wajahku dan
langsung mengecup bibirku dengan lembut. Ketika kami kembali ke tempat
semula kudapati suamiku dan istri Priyono sudah tidak ada di sana. Aku
pikir mereka sudah tidak sabar lagi dan masuk ke cottagenya ketika kami
sedang berdansa tadi. Baru saja kami duduk tiba-tiba sepasang suami
istri datang menghampiri kami dan mengulurkan tangannya.
“Saya Alex.., dan ini istri saya Mira”, katanya memperkenalkan diri.
Priyono dan aku menyebutkan nama kami masing-masing. Selanjutnya kami berbasa-basi berbincang-bincang sejenak.
“Anda dapat nomor berapa?” dia bertanya kepada Priyono.
“Enam!” jawab Priyono singkat.
“Saya nomor delapan dan istri saya nomor enambelas” katanya.
Aku jadi tersentak seketika, demikian juga Priyono.
“Itu
adalah nomorku”, kataku. “Oh ya!” kata Alex agak kaget. “Saya kira anda
berdua sudah bernomor sama.., tapi anda kan bukan pasangan suami
istri?” katanya lagi.
“Ya..!” kataku hampir serempak. Kemudian dia berpaling kepada Priyono dan mengamit lengannya menjauhi kami.
“Bolehkah kita bernegosiasi..” bisiknya kepada Priyono.
“Saya
lihat anda senang sekali dengan nomor delapan. Sebenarnya saya juga
senang dengan penampilannya, akan tetapi saya sudah mempunyai janji
dengan nomor enam. Bagaimana kalau kita bertukar nomor? Anda mengambil
nomor delapan dan saya nomor enam. Sedangkan istri saya memang sudah
sesuai dengan nomor enambelas yang juga kebetulan tuan rumah kita.
Memang hal ini tidak diperbolehkan apabila ada anggota lainnya yang
tahu. Tapi saya harap hal ini hanya di antara kita saja.”
Bagaikan mendapatkan durian runtuh, Priyono segera saja mengiyakan. Kemudian kulihat mereka bertukar nomor kunci.
“Oh,
dear!” kata Alex. “Kali ini saya tidak akan menginterupsi kalian. Lain
kali saya harap saya dapat nomor anda lagi!” Kemudian dia melingkarkan
tangannya ke tubuhku dan memberikan sebuah kecupan kecil di bibirku.
Selanjutnya tidak ayal lagi Priyono segera memegang tanganku dan
menuntunku menuju cottage nomor delapan. Ketika kami memasuki pintu
cottage itu aku berpikir di sinilah kemungkinan awalnya perubahan
hidupku. Seumur hidupku aku belum pernah melakukan hubungan badan dengan
laki-laki lain kecuali dengan suamiku sendiri, akan tetapi hal itu akan
berubah dalam waktu beberapa menit ini. Aku akan menjadi seorang istri
yang serong dan semuanya ini disebabkan oleh ulah suamiku sendiri.
Apakah
ada orang yang akan percaya mengenai hal itu? Secara jujur begitulah
keadaanku dan itulah apa yang kupikirkan waktu itu. Aku tahu dengan ini
aku memberikan suamiku semacam kepuasan seks lain sebagaimana yang dia
inginkan. Begitu memasuki cottage itu Priyono langsung merangkulku dan
mulai menghujani wajahku dengan kecupan-kecupan kecil. Dia kelihatan
begitu sangat bernafsu sekali terhadap diriku. Aku benar-benar tidak
menyangka Priyono dapat bersikap seperti itu. Selama ini kukenal dia
wajar-wajar saja apabila bertemu denganku. Apakah pada acara-acara rutin
kami atau kesempatan lainnya. Kupikir apakah hal itu akibat pengaruh
alkohol yang diminumnya tadi atau mungkin juga memang sejak dahulu dia
sudah mempunyai minat yang besar terhadap diriku namun dia terlalu sopan
untuk mengungkapkannya dalam kesempatan yang biasa. Tidak berapa lama
kemudian tangannya segera menyusup ke balik busanaku yang memang
berpotongan rendah dan menjalar menelusuri punggungku. Tiba-tiba
kusadari betapa nikmatnya itu semua.
Aku merasakan suatu hal yang
luar biasa yang belum pernah kualami sebelumnya, aku merasa bagaikan
kembali pada saat-saat dimana aku mengalami ciuman yang pertama dari
seorang laki-laki. Hanya kini rasa sensasi yang muncul dalam diriku aku
rasakan tidak asing lagi. Aku ingin segera ditiduri. Ketika bibirnya
menempel di bibirku aku pun langsung melumatnya dengan kuat. Selanjutnya
dia merenggangkan mulutku dan mendorongkan lidahnya di antara gigiku
mencari-cari lidahku yang segera kujulurkan untuk menyambutnya. Sungguh
merupakan suatu ciuman yang panjang dan lama sekali. Selanjutnya dengan
segera tangannya mulai meraba daerah sekitar buah dadaku. Aku mempunyai
suatu kelemahan mengenai buah dadaku, aku maksudkan buah dadaku sangat
sensitif sekali. Begitu buah dadaku tersentuh maka praktis akan
membuatku terus bergelinjang. Oleh sebab itu ketika tangannya menyentuh
langsung puting susuku maka aku menjadi bergelinjang dan meliuk-liuk
dengan liarnya.
Jari-jariku menghujam di punggungnya menahan suatu
perasaan yang sangat dahsyat. Pada saat tubuh kami terlepas satu sama
lainya, nafas kami pun memburu dengan hebat. Dia mulai meneliti busanaku
mencari kancing atau pun reitsleting untuk segera melepaskan busana itu
dari tubuhku. Akan tetapi busanaku memang hanya mempergunakan karet
elastis saja, maka dengan mudah aku segera melepaskan busana itu melalui
kepala. Aku tidak mengenakan apa-apa lagi di balik busanaku itu kecuali
dua carik pakaian dalam model bikini yang tipis dengan warna yang
senada dengan kulitku. “Saya senang dengan puting susu yang besar”,
katanya sambil menyentuh puting susuku dengan lembut. “Karena cukup
untuk menyusui anaknya dan sekaligus bapaknya.” Aku tidak menjawab.
Kupikir dalam kesempatan seperti ini dia masih saja bisa berkelakar.
Akan tetapi sebenarnya saat itu aku juga ingin berkata kepadanya bahwa
aku juga ingin segera menyaksikan bagaimana bentuk tubuh aslinya di
balik kemeja dan pantalonnya itu.
Namun aku merasa masih sangat
malu untuk berkata secara terus terang. Rupanya dia dapat membaca apa
yang ada dalam pikiranku. Sehingga selanjutnya kudapati dia mulai
membuka kancing kemejanya dan melepaskan kemeja itu dari tubuhnya. Aku
masih teringat bagaimana bentuk dadanya itu dan bagaimana ketika dia
memperlakukan diriku. Dadanya kecoklat-coklatan hampir berwarna sawo
matang penuh ditumbuhi dengan bulu dada keriting berwarna hitam di
tengahnya. Otot-ototnya pun semua kelihatannya sangat kokoh dan
seimbang. Ingin rasanya aku menyentuhkan wajah serta puting susuku ke
dadanya, dan tidak berapa lama kemudian secara tidak kusadari aku telah
melakukan hal itu. Aku mengecup dadanya kemudian puting susunya. Betapa
aku menggali kenikmatan dari itu semua.
Ketika aku merapatkan
tubuhku ke tubuhnya, aku dapat merasakan gumpalan alat kejantanannya di
balik pantalonnya yang sudah menjadi besar dan keras sekali. Dia
menggesek-gesekkan alat kejantanannya tersebut ke tubuhku yang hanya
mengenakan BH serta celana dalam nylon yang tipis. Sementara itu
tangannya telah menyusup ke balik celana dalamku menelusuri daerah
sekitar pantatku dan meremas-remasnya dengan kuat daging pantatku yang
lembut dan berisi. Selanjutnya dengan serta merta dia melucuti celana
dalamku ke bawah kakiku, sementara aku pun merasa semakin bergelinjang
dengan hebatnya. Segera saja kulemparkan celana dalam itu dengan kakiku
jauh-jauh dari tubuhku.
Dia pun kini melepaskan BH-ku sehingga
kini tubuhku benar-benar berada dalam keadaan bertelanjang bulat berdiri
di hadapannya. Kemudian Priyono agak menjauh beberapa saat untuk
menurunkan reitsleting calananya. Begitu reitsleting diturunkan dalam
sekejap pantalonnya pun juga ikut tergusur ke bawah. Dan sudah barang
tentu pemandangan selanjutnya yang kusaksikan adalah sebuah alat
kejantanan yang sangat besar dan gempal sedang berdiri dengan tegaknya
menentang diriku.
Aku tidak melihat banyak perbedaan dengan bentuk
alat kejantanan suamiku, akan tetapi yang mengesankan adalah alat
kejantanan yang kulihat sekarang adalah milik seorang laki-laki lain
walaupun dia sahabat suamiku. Seumur hidupku aku belum pernah
menyaksikan alat kejantanan seorang laki-laki dewasa yang begitu dekat
jaraknya dengan tubuhku kecuali alat kejantanan suamiku sendiri, apalagi
aku sendiri dalam keadaan bertelanjang bulat, dan tidak berapa lama
lagi dia akan menyetubuhi diriku dengan alat tersebut. Sehingga secara
tidak sadar kurasakan timbul suatu keinginan dalam diriku untuk segera
memegang bahkan menghisap alat kejantanan itu, akan tetapi sekali lagi
aku masih tidak mempunyai keberanian melakukan hal itu. Selanjutnya
Priyono meraih dan membopong tubuhku yang telah bertelanjang bulat itu
ke atas tempat tidur. Aku segera telentang di sana dengan segala
kepolosan tubuhku menanti kelanjutan dari dari kesemuanya itu dengan
pasrah. Akan tetapi rupanya Priyono belum mau memasukkan alat
kejantanannya ke liang kewanitaanku. Dia masih tetap saja berdiri
menikmati pemandangan keindahan tubuhku dengan pandangan yang penuh
dengan kekaguman. Tatapan mata Priyono ke seluruh tubuhku yang bugil di
lain keadaan juga menumbuhkan semacam perasaan erotis dalam diriku. Aku
merasakan adanya suatu kenikmatan tersendiri bertelanjang bulat di
hadapan seorang laki-laki asing yang bukan suamiku sendiri dan
memperlihatkan seluruh keindahan lekuk tubuhku yang selama ini hanya
disaksikan oleh suamiku saja. Sehingga secara tidak sadar kubiarkan
tubuhku dinikmati mata Priyono dengan sepuas-puasnya. Malahan ketika
tatapan mata Priyono menyapu bagian bawah tubuhku secara reflek aku
renggangkan keduabelah pahanya agak lebar seakan-akan ingin memberikan
kesempatan yang lebih luas lagi kepada mata Priyono untuk dapat
menyaksikan bagian dari tubuhku yang paling sangat rahasia bagi seorang
wanita. Puas menikmati keindahan tubuhku kini tangan Priyono mulai sibuk
di seluruh tubuhku. Tangannya mulai meraba dan meremas seluruh bagian
tubuhku yang sensitive. Mulai dari buah dadaku yang subur berisi sampai
pada liang senggamaku yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang sangat
lebat. Aku menjadi tambah bergelinjang dan tubuhku terasa bergetar
dengan hebat. Secara tidak sadar aku mulai menggoyang-goyangkan
pinggulku dengan hebat. Liang senggamaku tambah berdenyut dengan hebat
dan terasa licin dengan cairan yang keluar dari dalamnya. Aku heran
bagaimana seorang laki-laki yang bukan suamiku dapat membuat diriku
menjadi sedemikian rupa. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa aku
dapat merasakan gelinjang birahi yang sedemikian hebat dari laki-laki
lain yang bukan suamiku.
Tidak berapa lama kemudian dia berlutut
di depanku dan merenggangkan kedua belah pahaku lebih lebar lagi.
Selanjutnya dia merangkak di antara kedua belah pahaku dan menatap
langsung ke arah alat kewanitaanku. Lalu dia membungkukkan tubuhnya agak
rendah dan mulai menciumi pahaku yang lama kelamaan semakin dekat ke
arah liang kenikmatanku. Kembali aku merasakan suatu sensasi yang hebat
melanda diriku. Aku benar-benar merasa semakin bertambah liar. Aku
berteriak liar dengan suara yang sukar dipercaya bahwa itu keluar dari
mulutku. Bagaikan serigala yang ganas Priyono segera melumat
habis-habisan alat kewanitaanku. Mula-mula dia menjulurkan lidahnya dan
mulai menyapu klitorisku dengan sangat halus sekali namun cukup untuk
membuatku menjadi lupa daratan. Pinggulku secara otomatis mulai bergerak
turun naik bagaikan dikendalikan oleh sebuah mesin dalam tubuhku.
Priyono kemudian menurunkan lidahnya lebih ke bawah lagi dan membuat
putaran kecil di sekitar liang senggamaku dan akhirnya dia sorongkan
lidahnya dengan mahir ke dalamnya. Aku merasakan darahku menggelegak.
Lidahnya terus keluar masuk berputar-putar menari-nari. Betapa tingginya
seni permainan lidahnya itu tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata.
Lebih jauh dari itu aku tidak tahan lagi dan aku langsung mencapai
puncak orgasme yang hebat. “Sudah.. sudahlah”, akhirnya aku berkata.
Priyono
tetap meneruskan melahap liang senggamaku. Sementara itu aku
terus-menerus mengalami orgasme bertubi-tubi namun pada akhirnya dia
berhenti juga. Dan pada saat dia mengambil posisi untuk menyetubuhi
diriku, aku segera bangkit dan kini tanpa merasa risih lagi aku segera
meraih alat kejantanannya yang hangat berwarna kemerah-merahan lalu
memasukkannya ke dalam mulutku dan mulai bekerja dengan lidahku di
sepanjang alat kejantanannya yang begitu terasa keras dan tegang. Aku
merasakan suatu kenikmatan yang lain yang belum pernah aku rasakan. Aku
merasakan alat kejantanan Priyono mempunyai aroma yang berlainan dengan
alat kejantanan suamiku. Kini aku baru sadar alat kejantanan dari
setiap laki-laki juga mempunyai perbedaan rasa yang khas yang tidak sama
antara satu lelaki dengan lelaki lainnya. Bukan saja dari bentuk dan
ukurannya akan tetapi juga dari aroma yang dipancarkan oleh
masing-masing alat kejantanan itu.
Selain itu aku merasakan alat
kejantanan laki-laki lain ternyata terasa lebih nikmat daripada alat
kejantanan suamiku sendiri. Mungkin hal itu karena aku mendapatkan
sesuatu yang lain dari apa yang selama ini kurasakan. Jadi walaupun
serupa tetapi tidak sama rasanya. “Sekarang giliranku untuk meminta
berhenti”, katanya dengan tenang. Sebenarnya aku enggan melepaskan alat
kejantanan yang menggiurkan itu dari mulutku. Aku ingin merasakan betapa
alat kejantanannya itu memancarkan sperma dalam mulutku, akan tetapi
kupikir tidak akan senikmat sebagaimana bila alat kejantanannya itu
meledak dalam rahimku dalam suatu persetubuhan yang sempurna, sehingga
kuturuti permintaannya dan membaringkan tubuhku dengan kedua belah
kakiku ke atas. Selanjutnya aku menyaksikan sebuah dada yang bidang
menutupi tubuhku dan tidak lama kemudian kurasakan alat kejantanannya
itu mulai terbenam ke dalam liang senggamaku yang hangat dan basah. Aku
jadi agak mengerang kecil ketika alat kejantanan yang besar dan gempal
itu memasuki tubuhku. “Oh, sayang.., sayang”, kata Priyono bergumam.
“Teruskan..,
teruskan! Rasanya dahsyat sekali..!” kataku secara spontan sambil
mengencangkan otot liang senggamaku sehinga alat kejantanan Priyono itu
terjepit dengan kuat. Kemudian dengan suatu kekuatan bagaikan sebuah
pompa hydroulis, liang kewanitaanku menghisap dalam-dalam alat
kejantanan itu sehingga terasa menyentuh leher rahimku. Secara
perlahan-lahan dia mulai menggerakkan tubuhnya di atas tubuhku. Untuk
beberapa saat aku telentang tanpa bergerak sama sekali menikmati diriku
disetubuhi oleh seorang laki-laki yang bukan suamiku. Sungguh sulit
dipercaya, aku merasa hal ini sebagai suatu mimpi. Seorang laki-laki
lain yang bukan suamiku kini sedang memasukkan alat kejantanannya ke
dalam tubuhku dan aku pun sedang menggali semua kenikmatan darinya.
Selanjutnya aku mulai menggoyang-goyangkan pinggulku dalam suatu putaran
yang teratur mengikuti gerakan turun naik tubuhnya. Dengan garang
Priyono terus-menerus menikamkan alat kejantanannya sedalam-dalamnya ke
liang senggamaku secara bertubi-tubi. Alat kejantanannya dengan teratur
keluar masuk dan naik turun di liang senggamaku yang membuka serta
meremas dengan erat alat kejantanan itu.
Aku merasakan
persetubuhan yang sedang kami lakukan ini betul-betul sangat hebat. Dan
kesemuanya ini disebabkan oleh alat kejantanan seorang laki-laki lain
yang bukan suamiku. Selanjutnya Priyono mulai menghujamkan tubuhnya ke
tubuhku semakin kuat dan semakin kencang. Kami jadi bergumulan dengan
hebat di atas tempat tidur saling cabik mencabik tubuh masing-masing.
Tubuh kami bersatu dan merenggang dengan hebat. Setiap hunjamannya
membawaku ke suatu alam fantasi yang jauh entah dimana yang tidak pernah
kuketahui dan belum pernah kualami sebelumnya. Yang aku tahu pada saat
itu hanyalah suara desahan kenikmatan yang keluar dari mulut kami
masing-masing.
Tiba-tiba puncak dari itu semua, kurasakan alat
kejantanannya yang berada dalam liang senggamaku menjadi sedemikian
membesar dan tegang dengan keras. Liang senggamaku pun terasa berdenyut
lebih keras lagi dan akhirnya aku merasakan suatu cairan yang hangat dan
kental terpancar dari alat kejantanannya membanjiri liang senggamaku.
Nafas Priyono dengan kuat menyapu wajahku. Saat yang mendebarkan itu
berlangsung lama sekali. Sangat sukar aku lukiskan betapa kenikmatan
yang kualami dari kesemuanya itu. Akhirnya kami terbaring dengan segala
kelelahan namun dalam suatu alam kenikmatan lain yang belum pernah aku
alami bersama suamiku. Yang terang ketika Priyono menarik alat
kejantanannya dari liang senggamaku, aku merasakan ada sesuatu yang
hilang dari dalam tubuhku. Sisa malam itu tidak kami sia-siakan begitu
saja. Kami menghabiskan sisa malam itu dengan melakukan hubungan intim
beberapa kali lagi bagaikan sepasang suami-istri yang sedang berbulan
madu dalam suatu hubungan persetubuhan yang sangat dahsyat dan belum
pernah kualami bersama suamiku selama ini. Kami terus berasyik-masyuk
sampai saat-saat terakhir kami kembali ke rumah masing-masing ketika
hari sudah menjelang subuh.
Keesokan harinya ketika aku terbangun,
aku merasa bagaikan seorang wanita yang baru dilahirkan kembali.
Demikian pula suamiku. Aku merasakan adanya suatu kesegaran dan
kecerahan lain dari yang lain dan penuh dengan semangat kegairahan
hidup. Hal ini membawa pengaruh kepada hari-hariku selanjutnya. Aku
merasa mendapatkan suatu horizon baru dalam kehidupan. Demikian juga
suamiku, kurasakan cinta kasih kami semakin bertambah dari waktu-waktu
sebelumnya. Kehidupan rumah tangga kami serasa lebih harmonis penuh
dengan keceriaan dan kegembiraan daripada waktu-waktu yang lalu.
Dengan
demikian tidak mengherankan kiranya apabila aku dan suamiku terus
menghadiri arisan itu beberapa kali dan selama itu pula aku telah dapat
merasakan berbagai macam type alat kejantanan laki-laki dalam berbagai
macam bentuk dan ukuran serta berbagai macam tehnik permainan hubungan
kelamin dengan para suami orang lain. Akan tetapi yang penting dari
kesemuanya itu, di lain keadaan, aku menyadari suatu hal yang selama ini
tidak pernah terpikirkan maupun kubayangkan sebelumnya, bahwa alat
kejantanan suami kita sendiri sesungguhnya juga mempunyai suatu
keistimewaan tersendiri. Aku dapat mengetahuinya kesemuanya itu karena
aku telah dapat membandingkannya dengan alat kejantanan dari suami-suami
orang lain. END
Comments
Post a Comment