Bandar Bola Terpercaya - Cerita Selingkuh Dengan Wanita Hypersex
Bandar Bola Terpercaya - Cerita Selingkuh Dengan Wanita Hypersex - Pada kesempatan kali ini, aku ingin menceritakan pengalaman menarik dan
seksi yang lain antara aku dan Karen. Hubungan kami telah berlangsung
selama hampir 1 tahun lama-nya. Sejak kejadian malam itu, kami berdua
semakin sering melakukan hubungan badan. Paling tidak 3 sampai 4 kali
dalam seminggu atau tidak sama sekali, terutama kalo aku atau dia sedang
banyak kerjaan di kantor.
Bandar Bola Terpercaya - Dan kami melakukan-nya hampir kapan saja. Tapi kebanyakan kami
melakukan-nya di rumah (kebanyakan di sofa dan kamar tidur). Tapi kami
pernah melakukan 2 kali di parkiran mobil di apartment kami. Yah, aku
akui saja kalo melakukan hubungan seks di dalam mobil adalah paling
tidak nyaman. Selain sempit, susah sekali untuk bergerak bebas. Tapi
tantangan dan perasaan berdebar-debar takut kepergok orang lain itulah
yang kami nikmati pula, membuat kehidupan seks kami makin berwarna.
Selingkuh Dengan ABG Binal – Hubungan
ini tentu saja tidak ada yang tau menahu, terutama pacar Karen waktu
itu dan Lisa yang sekarang ini sudah berada di Indonesia. Sampai pada
akhir-nya Karen memutuskan hubungan-nya dengan pacar-nya. Alasan yang
Karen pakai untuk putus dengan pacar-nya adalah hilangnya perasaan
cinta-nya terhadap dia. Aku sendiri pun tidak berani bertanya kepada
Karen apa sekarang ini hanya akulah yang ada di dalam hati-nya.
Terus
terang, aku juga tidak mengerti dengan perasaan-ku terhadap Karen waktu
itu. Apakah aku suka padanya karena dia menarik hati-ku secara seksual
atau lebih dari itu. Karen pun tidak pernah menanyakan kepadaku apakah
aku sebenar-nya telah menaruh hati kepada diri-nya. Jadi perasaan-ku
saat itu seakan-akan lambung, dan penuh dengan ketidakpastian serta
kekhawatiran.
Banyak yang harus dipertimbangkan dalam hubungan
ini. Aku tidak berani melaju 1 langkah lagi. Mengingat Karen adalah
kakak bekas pacar-ku yang dulu, dan bagaimana nanti apabila orang tua
kami berdua mengetahui hubungan ini. Apalagi aku sendiri tidak tau
antara aku telah mencintai Karen sebagai pacar atau karena seks saja.
Mungkin aku terlalu egois untuk memikirkan hal-hal yang seperti ini,
karena aku tidak mempertimbangkan perasaan Karen.
Semua ini telah
terjawab saat aku berada di Sydney untuk tugas di sana selama 50 hari
dari awal bulan November 2006 sampai pertengahan December 2006.
Perusahaan-ku mengirim 1 team (total 4 orang) termasuk aku ke kota
Sydney untuk membantu team lain di sana mengembangkan system dari
perusahaan ternama di Australia. Kantor pusat kami berada di Sydney, dan
salah satu kantor cabang di mana aku bekerja tetap adalah di kota
Melbourne. Paling tidak tiap 3 bulan sekali, kami harus berkunjung ke
Sydney untuk briefing atau branch meeting. Dan itupun hanya untuk
beberapa jam saja, jadi aku tidak perlu sampai harus bermalam di Sydney.
Tapi kali ini berbeda, karena aku harus tinggal paling tidak selama 50
hari di Sydney.
Karen ternyata tidak menyambut gembira kabar ini.
Tapi dia pun tidak mempunyai pilihan yang lain untuk menahan aku pergi,
karena ini proyek yang tidak bisa diremehkan.
Aku berangkat hari
Senin pagi bersama teman-teman kerja yang lain. Kami berkumpul di kantor
cabang Melbourne, lalu menyewa taxi melaju ke Melbourne domestic
airport. Sesampai di Sydney, kami disambut oleh utusan dari kantor pusat
dan mengantar kami ke hotel. Hotel kami berada 1 block dari kantor
pusat, dan berada di lokasi yang amat strategis. Akses mudah ke
pertokoan dan restaurants, jadi urusan makan dan shopping tidak perlu
kuatir. Semua akomodasi ditanggung oleh kantor pusat termasuk uang jajan
pribadi.
Pada hari pertama di Sydney, malam hari-nya aku menelpon
Karen menanyakan kabar-nya. Kami banyak berbincang-bincang sambil
tertawa canda. Banyak kali Karen bertanya kapan aku pulang dari Sydney.
Aku sendiri tidak tau kapan bisa selesai proyek ini, yang pasti 50 hari
itu adalah perkiraan perusahaan kami. Tapi aku mengatakan pada Karen
kalo aku akan bekerja keras agar proyek ini bisa selesai lebih cepat 2
atau 3 hari dari perkiraan.
Aku mengusulkan kepada Karen kalau aku
bisa terbang ke Melbourne tiap Jumat malam dan kembali ke Sydney hari
Senin pagi hari. Karena perjalanan Melbourne – Sydney dengan pesawat
terbang hanya sekitar 1 jam saja. Tapi usulan ini ditolak Karen, karena
tidak ingin membuat aku letih atau sakit. Juga kata Karen baik untuk
kami berdua untuk saling membiasakan diri jauh dari masing-masing.
Minggu-minggu
pertama, kedua, dan ketiga, aku bisa mengendalikan perasaan-ku dan
karena sibuk-nya pekerjaan, aku bisa melupakan kerinduan-ku kepada
Karen.
Sampai pada akhir-nya sebulan lama-nya, aku sudah tidak
tahan lagi ingin bertemu dengan Karen. Aku masih ingat malam itu, hari
Kamis malam di akhir bulan November 2006. Aku teramat sangat rindu
terhadap Karen. Sampai akhir-nya aku menelpon dirinya dari kamar
hotel-ku.
“Hallo Karen? Gimana kabar-nya? Sudah dinner belon?”, sapa-ku hangat.
Terdengar balasan suara lembut dari sana.
“Hallo kak Ditto. Karen tadi beli take away saja, males masak. Karena masak buat Karen doang is such a waste”, jawabnya.
“Karen abis ini mau ngapain?”, tanya-ku sekali lagi.
“Hmmm…mungkin nonton TV atau browsing Internet. Apalagi dong kalo selain dua itu?”, canda Karen sambil tertawa ringan.
“Emang kak Ditto pengen Karen ngapain? Kak Ditto ngga ada di sini, jadi Karen menganggur.”, goda Karen.
“Anu…emang Karen lagi pengen?”, tanya-ku lagi. Mengerti kan maksud dari pertanyaan-ku ini.
“Yeee… kak Ditto ge-er nih. Selama kak Ditto di sini Karen kan ngga
usah masak, potong buah buat kak Ditto.”, jawab Karen bercanda.
“Iya benar juga sih. Emang Karen menikmati hari-hari menganggur ini?”, tanya-ku penasaran.
“Tentu saja tidak. Karen pengen kak Ditto di sini. Karen sepi banget di
sini. Cepat pulang dong?! Masa ngga kangen ama Karen?”, pinta-nya manja.
“Tentu saja kangen, tiap hari aku rindu ama Karen loh”, jawab-ku.
“Emang kak Ditto rindu apa-nya dari Karen? Kak Ditto anggap Karen sebagai siapa?”, tanya-nya sedikit serious.
Bak
kesambar petir, aku tau suatu hari Karen pasti menanyakan hal ini. Dan
aku terdiam beberapa saat, tidak mengerti harus menjawab apa. Suasana
hening sesaat, sampai pada akhir-nya Karen bersuara.
“Sebenar-nya kak Ditto mengganggap Karen sebagai apa? Karen
kadang-kadang tidak tau apa yang sedang kak Ditto pikirkan atau rasakan.
Karen takut bertanya-tanya mengenai hal ini kepada kak Ditto. Tapi
perlu kak Ditto mengerti bahwa bagi Karen, kak Ditto adalah orang paling
penting di hati Karen.”, sambung-nya.
“…”, aku pun masih hening. Aku seperti mencaci maki diriku. Apa
sebenar-nya mau-ku ini? Wanita lembut, baik hati, dan amat menyayangi-ku
sedang memberi-ku sinyal, dan aku tidak tau harus bertindak bagaimana.
“Kak Ditto?!”, tanya-nya lagi.
“Iya Karen. Aku masih di sini”, jawab-ku.
“Apakah lebih baik kak Ditto tidak menelpon Karen sampai nanti kak Ditto kembali dari Sydney?”, minta-nya serious.
“Lho, kok begitu?”, tanya-ku heran.
“Karen ingin kak Ditto berpikir dengan perasaan kak Ditto, apakah
sebenar-nya arti Karen bagi kak Ditto? Karena Karen ingin menjadi orang
yang paling berarti buat kak Ditto melebihi orang lain. Apa pun
alasan-nya.”, dengan nada serius.
Aku masih belon bisa menjawab pertanyaan Karen. Karena aku sendiri pun
masih belum menemukan jawaban-nya malam itu. Akhir-nya percakapan kami
ditutup pada malam itu.
Setelah percakapan malam itu, aku berusaha
untuk tidak menghubungi Karen selama sisa waktu di Sydney. Ingin gila
rasa-nya, aku benar-benar rindu pada-nya. Tapi aku berusaha keras untuk
tidak menghubungi-nya, agar aku juga bisa berpikir dengan leluasa.
Karen,
Karen, Karen, dan Karen. Begitulah isi otak-ku saat itu. Tiap kali
makan, tiap kali mandi, tiap kali shopping, selalu saja wajah Karen yang
muncul di otak-ku. Aku tidak menyangka betapa penting-nya Karen bagiku.
Sampai
pada malam terakhir di Sydney, perusahaan kami mentraktir kami semua
makan malam sebagai ucapan terima kasih kepada team Melbourne yang telah
membantu pengembangan proyek tersebut. Meskipun system itu belum 100%
selesai, tapi kami yakin team dari kantor pusat bisa menyelesaikan-nya
dengan baik. Karena kantor cabang kami yang di Melbourne juga telah
memohon kantor pusat di Sydney untuk (istilah-nya) mengembalikan asset
mereka (kami berempat) secepat mungkin.
Sekembali di hotel, aku
mengirimkan sms kepada Karen. “Hallo Karen. Besok aku kembali ke Sydney.
Aku pengen ngomong sesuatu buat Karen. Karen sabar yah. See u 2morrow”.
Tak
lama kemudian Karen meresponse sms-ku. “Hallo juga kak Ditto. Karen dah
ga sabar lagi sampai kak Ditto pulang. Ati-ati di jalan ya”.
Aku
sms Karen lagi. “Let’s celebrate my arrival. Tolong booking restaurant
di Sails on the Bay. Check di Internet untuk nomer telp mereka”.
“No problem. Tapi kok pilih restaurant mahal sich?!”, jawab-nya di sms.
“Kalo sekali-kali ngga apa-apa. Pengen romantic dinner ama Karen.”, jawab-ku.
“Ok deh. Can’t wait to see you. :-)”, jawab-nya Karen.
Esok
hari-nya, setelah berpisah di kantor pusat, kami berempat dengan segara
meninggalkan Sydney menuju Sydney Airport. Selama perjalanan pulang, aku
terus berpikir tentang kata-kata apa yang ingin aku ucapkan untuk
Karen. Perlu diketahui, aku telah memutuskan untuk menjadikannya pacar
bagiku. Tapi aku ingin menyusun kata-kata proklamasi yang baik dan
benar. Maklum, I am not very good at this.
Sesampai di Melbourne,
kami berempat kembali menyewa taxi lagi menuju kantor cabang di
Melbourne. Maklum juga, kantor cabang Melbourne hanya memiliki 2 mobil
kantor, dan selalu saja kedua mobil tersebut tidak pernah sepi. Hari itu
adalah hari Jumat, jadi sesampai di kantor cabang Melbourne, kami
banyak briefing project development kami di Sydney dengan head manager
kami dengan suasana santai. Jam masih menunjukkan pukul 3 sore, masih
ada 2.5 jam lagi sampai pulang. Tapi head manager kami memperbolehkan
kami untuk pulang lebih awal.
Tawaran langka yang tidak bakalan
kami lewatkan. Aku putuskan untuk jalan-jalan dulu di Melbourne city,
sambil window shopping juga. Looking for something nice buat Karen.
Akhir-nya aku berhenti di depan toko jewellery Tiffany & Co, dan aku
melihat kalung yang sungguh indah. Tanpa berpikir panjang aku masuk
toko tersebut dan membeli kalung itu. Aku yakin Karen akan semakin
cantik mengenakan kalung tersebut.
Jam telah menunjukkan pukul 5,
aku buruan saja pulang ke apartment-ku. Booking time buat dinner kami
jam 7 malam. Karena bulan itu adalah musim panas, jam 7 malam masih
terlihat terang di kota Melbourne.
Sesampai di apartment, semua
tampak terlihat sedikit berbeda. Semua-nya serba rapi dan teratur, serta
bersih. Aku jadi malu pada diri-ku sendiri, berarti aku orang yang
paling berantakan di apartment ini. Sebulan lebih tanpa aku di sini,
semua jadi rapi kembali. Ini pasti hasil kerja Karen selama aku di
Sydney. Dia sangat rapi dan organised sekali kepribadian-nya.
Tanpa
berpikir panjang lagi langsung menuju kamar mandi dan segera membasahi
diriku. Selama di dalam kamar mandi, aku terus berpikir tentang apa yang
akan aku katakan kepada Karen.
“Karen, I love you. Be my girlfriend”, pikirku singkat. Jangan deh, terlalu singkat dan urakan lagi kesannya.
“Karen, I can’t live without you.”, pikirku lagi. Gile, terlalu singkat dan muluk lagi.
“Duh, gimana nih?!”, tanyaku pada diri sendiri.
“Sudah lah, let it flow like wind. You can do it.”, jawabku dengan setengah percaya diri.
Setelah
selesai mandi, aku hanya keluar dari kamar mandi dengan bagian tubuh
bawah ditutup oleh handuk. Maklum musim panas, aku malas sekali
berpakaian lengkap sehabis mandi.
Aku melihat tas kerja Karen di atas sofa. Jadi aku tebak Karen sudah pulang dari Kantor.
“Karen, where are youuuu?”, panggilku manja.
“Kak Dittoooo, mana oleh-oleh nyaaa?”, jawabnya manja pula sambil menghampiriku dan memelukku erat.
“Ntar dulu, sewaktu dinner nanti.”, jawabku sambil tersenyum.
“Sip sip. Karen mau mandi dulu. Kak Ditto siap-siap aja dulu. Setelah itu panasin mobil yah kalo sempat.”, pinta Karen.
“Ok”, jawabku singkat.
Setelah diriku siap, aku dengan segera
mengantongi kalung yang aku beli dari Tiffany & Co yg terbungkus
kotak kecil dengan hiasan yang mungil.
Aku duduk di sofa sambil menonton siaran TV yang kebetulan menayangkan
film seri The Simpsons. Jam masih menunjukkan pukul 6, jadi I take my
time relaxing di sofa.
Tak lama kemudian Karen keluar dari kamar
mandi dan segera menuju kamarnya. Kudengar music dan suara bising hair
dryer dari dalam kamar-nya. Bisa aku menebak kalo Karen sedang sibuk
berdandan di dalam kamar-nya.
Setengah jam kemudian, Karen
akhirnya keluar dari tempat persembunyian-nya. Tampak dia berdiri di
samping sofa tempat aku yang sedang duduk dengan kaki menjulur dengan
nikmatnya.
“Kak Ditto, Karen dah siap berangkat.”, sapanya ringan.
“Oh my goodness…”, pikirku dalam hati. Karen malam itu mengenakan gaun
warna biru muda. Rambut panjangnya dibiarkan terlepas tanpa mengenakan
jepitan atau ikatan apapun. Bau parfum yang dikenakan sungguh harum dan
cocok dengan gaun yang dikenakannya pula. Ditambah dengan bros warna
pink berbentuk hati makin membuatnya anggun malam itu. Apapun yang
dikenakannya malam itu tampak simple atau sederhana, tapi apabila
digabung semuanya di tubuh Karen, membuatnya luar biasa indah.
“You look beautiful.”, kataku tanpa berpikir panjang.
“Thanks”, jawab Karen sambil menunjuk dan mencium pipiku.
“We will be late. Yuk kita berangkat sekarang.”, pinta Karen.
Kita
sampai ke tempat tujuan pukul 7 lewat 10 menit. Restoran pilihanku
memang tidak salah. Selain interior designnya yang menarik, lokasinya
pun tidak kalah menarik. Lokasi restoran tersebut tepat di pinggir
pantai. Kami telah memesan meja di dalam with ocean view. Bagian luar
yang menghadap pantai dilapisi oleh dingin kaca yang besar, sehingga
tamu restoran dapat menikmati pemandangan ocean sambil menyantap
hidangan mereka.
Setelah memesan entree, main, and dessert kepada
waitress yang melayani kami, kami pun ngobrol santai sambil menunggu
pesanan kami keluar. Kebanyakan aku yang mendominasi percakapan, karena
aku ingin bercerita tentang pengalaman kerjaku selama di Sydney. Karen
pun hanya senyum-senyum saja mendengar ceritaku. Aku ngga tau apa Karen
malam itu mendengarkan ceritaku atau hanya sekedar mendengar. Ah, tidak
apalah, lagian tidak terlalu penting juga buat Karen.
Pinot Noir
wine pilihanku and Cabernet Sauvignon wine pilihan Karen mewarnai
suasana malam yang indah itu. Tidak ada yang perlu kita kuatirkan karena
besok adalah hari Sabtu, dan malam ini adalah malam yang panjang untuk
kita berdua.
Jam telah menunjukkan pukul 9 malam, dan warm sticky
date pudding dessert-ku telah aku santap habis. Tampak Karen yang masih
menikmati lemon cheese cake-nya. Kini saatnya aku harus mengatakannya
kepada Karen apa yang ingin aku katakan padanya.
“Karen, thank you for coming the dinner tonight?”, kataku sambil memulai percakapan baru.
“Ah Kak Ditto, jangan formal gitu dong. Please.”, jawab Karen sambil tersenyum ramah.
“Karen. … I have a confession to make. But before that I like to give
you something”, jawabku secepatnya sambil merogoh-rogoh kantung
celanaku.
Kuletakkan kotak kalung itu dan kudorong pelan-pelan menuju pinggir piring dessert Karen.
“What is it?”, tanya Karen dengan pipinya yang telah berubah menjadi kemerahan.
“Please, open it. I know you’re gonna like it.”, jawabku singkat.
Setelah
kotak itu dibuka olehnya, tampak mukanya menjadi berseri-seri bercampur
malu-malu. Tanpa berpikir panjang, Karen berdiri dari tempat duduknya
dan dengan segera memelukku sambil mencium pipi kiriku.
“Thank you
kak Ditto. It’s cute. Karen suka banget”, jawab Karen. Kubantu dirinya
memasang kalung tersebut, dan benar juga menurutku, she looks even
prettier dengan mengenakan kalung itu.
“Well, Karen. Masih ada lagi yang pengen aku kasih buat Karen. Tapi ini bukan barang.”, kataku lagi.
Kali ini tampak wajah Karen sedikit berubah. Berubah menjadi bertanya-tanya dan wajah ingin tau.
“Karen, I hope you know that I like you a lot. Like di sini buat dalam
arti sekedar suka. Tapi like di sini … hmmm … berarti lebih daripada
suka.”, kataku sambil grogi.
Karen masih diam, dan kali ini sorot matanya menatap mataku tajam.
“I know this is going to hard for both of us, but if we both work
together – aku yakin we can make it. Mungkin ini saatnya kita harus
mengakhiri hubungan ini … dan …”, kataku sambil menggoda.
Tak karuan saja Karen terkejut dan shocked. Sorot matanya makin tajam menusuk.
Kini cepat-cepat aku lanjutkan kata-kataku, “… dan mari kita memulai
hubungan kita yang baru, di mana itu lebih memiliki masa depan untuk
kita berdua.”.
“Karen, would you like to be my girlfriend and to love me as your boyfriend?”, pintaku kepadanya.
Mendengar
pertanyaan ini, sorot mata Karen menjadi sayu, dan Karen hanya bisa
menunduk sambil menatap lemon cheese cake dessertnya yang tinggal
separoh. Karen diam saja. Aku menjadi salah tingkah, dan tidak tau harus
berbuat apa sekarang.
“Sorry kalo pertanyaan ini membuat Karen shocked, but I hope I can hear a Yes or No answer dari Karen.”, jawabku.
“Kalo Karen butuh waktu untuk menjawabnya, aku ngga keberatan to give Karen sometime to think.”, sambungku lagi.
Karen
masih diam saja, tapi kali ini Karen melanjutkan lagi menyantap sisa
lemon cheese cake-nya tanpa sepatah kata pun. Aku makin bingung
dibuatnya.
Setelah habis menyantap dessert-nya, Karen meneguk sisa
wine yang masih tersisa sedikit dan kembali menatap wajahku. Kami
saling memandang, dan kemudian Karen tersenyum simpul.
“Hari ini Karen benar-benar dikasih dua hadiah yang indah dari kak Ditto. Apalagi hadiah yang kedua.”, kata Karen.
“Jadi, it’s a Yes or it’s a No?”, tanyaku.
Karen sedikit maju, dan wajahnya mendekat ke wajahku sambil tersenyum manja dan berkata, “It’s a big YES”.
Kami berdua saling tersenyum, dan kucium kedua tangannya.
Hari
proklamasi-ku memang sangat traditional, tapi sangat berkesan bagi kami.
Sejak malam itu, hubungan kami menjadi official (istilahnya).
Kami
meninggalkan restoran pukul 10 malam, dan kami tidak langsung pulang ke
rumah. Tapi kami menyempatkan diri jalan-jalan di pinggir pantai malam
itu. Sambil bergandengan tangan, kami bercakap-cakap mengenai rencana
hubungan baru kami ini dan bagaimana nanti kita memberitahukan orang tua
kami tentang hubungan ini. Mengingat Karen adalah kakak kandung dari
Lisa, mantan pacarku yang dulu beberapa taon yang lalu. Tidak jarang aku
mencium bibir manisnya ketika kami berjalan sambil bergandengan tangan.
Jam
menunjukkan hampir jam 12 tengah malam. We thought it’s wise to go
home. Selama perjalanan pulang dan sesampai di depan pintu masuk
apartment kami pun, tangan Karen masih tidak ingin terlepas dari
genggaman tanganku.
Setelah bersiap-siap untuk tidur, Karen tidak
mau lagi tidur dengan kamar terpisah dan memutuskan untuk tidur di
kamarku saja sejak malam itu.
Aku putar music jazz Diana Krall
dengan lampu setengah redup. Di atas tempat tidur, kami saling berciuman
mesra dan lembut. Lidah kami saling bertemu seakan-akan saling
mengelus-elus satu sama lain.
Malam itu, Karen yang lebih dominan di atas ranjang.
“Kak Ditto, I will make you the happiest man tonight.”, kata Karen menantang.
“I can’t wait.”, jawabku dengan semangat.
Karen mengambil posisi
di atasku, dan duduk di atas selangkanganku sambil menunduk dan mencium
bibirku. Tangan kanan-nya masuk ke dalam baju piyamaku sambil
mengelus-elus lembut dadaku. Jantungku berdekup kencang, tanda bahwa aku
telah mulai terangsang oleh rangsangan Karen. Kali ini aku membiarkan
Karen memegang kendali percintaan malam itu.
Karen terus berusaha
melepas semua piyama-ku dan ingin secepatnya membuatku terlanjang.
Setelah membuatku terlanjang tanpa busana apapun yang menempel di
tubuhku, Karen tersenyum manja. Dengan cepatnya Karen kembali menciumi
bibirku, dan kali ini tangan kanan-nya mengelus-elus lembut batang
penisku yang telah berdiri sejak tadi. Karen benar-benar mengerti how to
make a guy like me dibuat seperti cacing kepanasan. Aku paling suka
ketika Karen menjilat lembut puting susu-ku, karena itu adalah daerah
paling sensitive buatku. Dan kali ini Karen tidak lupa untuk menjelajahi
bagian ini.
“Karen, ahhh…”, hanya itu yang bisa keluar dari
mulutku. Karen seperti tidak menghiraukan apapun yang keluar dari
mulutku. Karena memang bukan kata-kata yang perlu dihiraukan. Hanya
suara erangan nikmat yang keluar dari mulutku. Semakin keras eranganku,
semakin bersemangat Karen menjelajahi tubuhku. Kali ini bibir Karen
telah sampai di batang penisku. Seakan-akan mengerti apa yang aku
inginkan, tanpa dikomando mulut Karen mengulum abis batang penisku.
Tangan kanan-nya mengelus-elus lembut kedua buah pelirku sambil tangan
kirinya mengocok-kocok dan mulutnya mengulum batang penisku. Seketika
saja batang penisku terasa amat basah oleh air liurnya, dan eranganku
semakin menjadi-jadi. Karen makin mempercepat gerakan mulut dan tangan
kirinya. Aku tidak ingat berapa lama Karen telah memberiku blowjob dan
handjob malam itu. Yang pasti kuingat hanya satu … ‘gila, enak banget’.
“Ahhh
… Karen … enak bangettt … ahhh…”, aku hanya bisa berucap begitu saja.
Aku mencoba untuk berkonsentrasi agar aku tidak cepat datang karena
blowjob dan handjob dahsyat Karen ini. Tapi kelihatannya, aku sudah
tidak kuat lagi. Pengen keluar rasa-nya semua isi di dalam batang
penisku. Ini baru pertama kali aku di blowjob oleh Karen yang aku sudah
tidak mampu berkonsentrasi lagi menahan batang penisku agar dia tidak
cepat datang.
“Karen, aku mau datang … mau datang nihhhh … stop
stop … pleaseee …”, aku benar-benar memohon padanya. Tapi seakan-akan
tidak mendengar permintaanku, Karen tetap aja melanjutkan kulumannya
kepada batang penisku. Kali ini lebih cepat lagi, seakan-akan dia tau
kalo sebentar lagi pertahananku bakalan bobol.
Benar saja, tidak
lama kemudian bobol juga pertahananku. Batang penisku tidak mampu lagi
menahan, keluarlah semua air mani di dalamnya, dan menyembur desar di
dalam mulut Karen.
“Akhhh … akhhh … aku dapettt nihhh… akhhh …”, aku berteriak kecil.
Kuluman Karen berhenti menjadi sedotan yang kuat. Seakan-akan ingin
menyedot semua air mani di dalam batang penisku. Karen tampak tidak
jijik oleh semburan air maniku, bahkan tanpa ada rasa jijik untuk
menelan semua-nya. Semua otot-otot sendiku dibikin lemas oleh Karen.
Masturbasi pertama dari Karen yang berhasil membuatku bobol. Tidak heran
bila Karen mengatakan bahwa malam itu akan membuatku the happiest man
alive.
Setelah itu, tak henti-hentinya aku mengatakan padanya
bahwa dia sungguh hebat melayaniku malam itu. Sampai akhir-nya aku
ketiduran akibat kecapekan. Yang aku ingat sebelum ketiduran, Karen
terus mengelus-elus lembut rambutku dan sesekali mencium-nya. Aku bisa
merasakan betapa sayang-nya dia kepadaku.
Tidak tahu sudah berapa
lama aku ketiduran, tiba-tiba aku bangun karena harus buang air kecil.
Batang penisku masih terasa basah & lembab karena air liur Karen.
Setelah membilas batang penisku, aku kembali ke kamarku. Matahari sudah
menampakkan diri, tetapi jam masih menunjukkan pukul 6 pagi di hari
Sabtu. Good thing we don’t have to work on Saturday. Jadi aku kembali ke
tempat tidurku lagi. Tampak Karen yang masih tertidur pulas di tempat
tidurku sambil menutupi perutnya dengan selimut tipis dan mengenakan
daster tidur yang tipis. Maklum meskipun musim panas, tapi karena sudah
terbiasa memakai selimut, tidur tanpa selimut membuatnya merasa beda
atau aneh.
Melihat kecantikan wajah Karen and keindahan serta
kemulusan tubuhnya Karen, membuatku kembali bersemangat. Mengingat
semalam aku dibuat tidak berkutik oleh Karen, membuatku ingin membuatnya
tidak berkutik pagi ini. Aku juga tau betul favorite Karen, yaitu sex
in the morning. Dulu-nya dia sering menggodaku karena setiap pagi tanpa
ada rangsangan apapun, batang penisku bangun dan mengeras dengan
sendiri. Aku bilang padanya bahwa itu sangatlah normal, dan setiap
lelaki normal pasti mengalaminya. Tapi itu justru yang membuat Karen
makin suka melakukan sex di pagi hari. Dia pernah mengatakan padaku
bahwa di pagi hari (sewaktu baru bangun tidur), batang penisku bisa
terasa lebih keras daripada di saat-saat yang lain. Aku tidak tau apa
ini benar, atau hanya dipikiran dia saja. Tapi itu sama sekali tidak
mengganggu pikiranku, karena selama Karen senang menikmati batang
penisku, itu sudah lebih dari cukup buatku.
Kali ini aku yang
memulai action-nya. Pertama-tama aku kecup kening-nya, dan kemudian
mengelus-elus lembut rambut-nya yang hitam. Karen kemudian melihatku
dengan kedua mata yang masih terkantuk-kantuk sambil tersenyum manis,
dan akhir-nya memejamkan matanya kembali. Tapi aku masih belum ingin
berhenti sampai di situ. Aku mencoba mengubah posisi tidur Karen menjadi
terlentang dari posisi tidur sebelum-nya yang menyamping, dan berhasil.
Aku tarik selimut tipis-nya, dan aku lempar ke samping tempat tidurku.
Terlihat paha mulus dan putih Karen, membuatku menelan ludah. Aku
mengambil posisi di sebelah kanan Karen dan berbaring menyampingi
tubuh-nya yang sedang terlentang. Tangan kiriku menopang kepala dan
leherku, sementara tangan kananku mengelus-elus rambut-nya. Karen tampak
menikmati setiap sentuhan yang aku berikan padanya.
Kemudian
tangan kananku turun menuju dada-nya yang masih tertutup kain daster
tidur-nya. Karena kain daster itu tipis sekali, aku bisa merasakan
tonjolan puting susu Karen dengan jelas di telapak tanganku. Aku
mendekatkan muka-ku untuk berusaha mencium bibir manis-nya. Dengan masih
setengah mengantuk, Karen membalas serangan ciumanku tapi tanpa tenaga
alias pasrah. Diatas kain daster-nya, aku memainkan tangan kananku
memaini puting susu-nya. Kadang-kadang aku cubit lembut, dan
kadang-kadang aku elus-elus. Terdengar hela-an napas Karen yang berubah
menjadi lebih panjang. Kali ini Karen mulai terangsang. Mengetahui hal
itu, aku semakin bersemangat menjelajahi tubuh-nya. Tangan kiriku
sekarang tidak lagi menopang kepala dan leherku, tetapi ikut
berpetualang dengan tangan kananku. Kutarik lepas daster-nya ke bawah
agar tidak membuat Karen merasa tidak nyaman karena harus berdiri dulu
tubuh-nya untuk melepas daster-nya.
Karena Karen tidak mengenakan
BH dan celena dalam, dalam sekali tarik, terlanjang-lah tubuh Karen
tanpa sehelai benang apapun yang menempel di tubuh-nya. Karen masih
berpura-pura tidur. Aku tau jelas dan pasti bahwa Karen sudah sejak tadi
telah terbangun dan mengeluarkan hela-an napas terangsang-nya.
Kudekatkan wajah-ku di puting susu-nya yang sebelah kanan, dan
menjilatnya dengan lembut. Puting susu yang berwarna coklat muda dan
bersih itu membuatku makin terangsang, dan ingin mengulum terus menerus.
Secara bergantian puting susu-nya aku jilat, kulum, dan kadang kala aku
sedot sedikit keras. Napas Karen kali ini makin memburu tidak karuan.
Bunyi erangan-nya pun kadang kala sempat keluar dari mulut-nya. “Ahhh…
kak Ditto …”, kalimat terputus-putus itulah yang sering terucap dari
mulut Karen.
Setelah puas berkelana dia kedua puting susu Karen,
kali ini aku menuju ke tempat yang paling penting dan tujuan paling
akhir untuk foreplay ini sebelum menuju ke main menu. Bau khas memek
Karen telah menjadi favorite-ku dalam bercinta dengan-nya. Aku mengakui
bahwa bau memek Karen tidak membuatku enggan untuk menjilatnya. Dari
semua wanita sebelum Lisa (termasuk Lisa pun) memiliki bau memek yang
membuatku enggan untuk menjilati-nya. Terus terang bau-nya anyir dan
tidak nyaman. Kebanyakan aku hanya memainkan tangan-ku untuk membuat
mereka orgasme atau datang di waktu foreplay (makanan pembuka). Maka-nya
mereka mengatakan bahwa aku memiliki magic touch di jari-jari tanganku
yang mampu menundukkan mereka dan membuat mereka bak cacing kepanasan.
Dengan Karen berbeda sekali, bau-nya pun tidak anyir, wangi pun tidak
(karena tidak mungkin kalo sampai wangi, selain abis mandi), tapi
memiliki magnet yang membuatku menyukainya.
Bulu pubis Karen halus
dan tidak begitu lebat, sehingga memudahkan aku untuk menjilatinya
serta memainkan memek-nya dengan lidahku. Seperti biasa-nya, seperti
terkena setrum listrik tegangan tinggi, tubuh Karen mulai tersendak
ketika lidahku berkelana di daerah clitoris-nya.
“Ahhh … kak Ditto
sayang … enak bangettt … ahhh”, seru Karen makin menjadi-jadi.
Napas-nya pun makin memburu kencang. Kadang-kadang dia menjambak
rambut-ku.
“Kak Dittooo … Karen hampir dapetttt … ahhh”, tambah Karen sekali lagi.
Kedua
selangkangan Karen kubuka lebih lebar lagi, agar bibir vagina-nya lebih
merekah lagi. Kali ini aku jilati bagian labia minora-nya dan berusaha
untuk mencari dari G spot-nya. Hentakan tubuh Karen makin mengencang,
dan napas-nya pun seperti seseorang yang telah berlari sejauh 10
kilometer. Kali ini memek-nya terasa sedikit asin, dan bisa dipastikan
vagina Karen telah mengeluarkan cairan menandakan sebentar lagi the
‘Big’ one is coming very very close.
Mengetahui bahwa sebentar lagi Karen akan orgasme, aku mempercepat tarian lidahku di memek-nya.
“Kak Dittoo … kak Dittooo … Karen dah ngga kuuaattt lagi … dah diujung nihhh … pleaseeee kak Ditto”, pinta Karen.
Tak lama kemudian, terdengar jeritan Karen mengisi seluruh kamar tidurku.
“Ahhhh ahhhh ahhhh …”, jerit Karen kencang, dan dengan segera dia
menutup mulut-nya dengan tangan-nya sendiri agar suara pekikan-nya tidak
sampai terdengar keras.
Aku tetap menjilati memek-nya, sampai
Karen menyuruhku untuk berhenti. Setelah itu, tanpa perlu diperintah,
aku melucuti semua pakaian tidur yang aku kenakan. Tanpa ada usaha dari
Karen, batang penisku telah mengeras dan siap untuk berkelana di dalam
memek Karen. Seperti biasa, sejak berhubungan sex dengan Karen, aku
tidak perlu menggunakan condom, karena Karen pun tidak menyukaiku
memakai condom. Demikianlah pula denganku.
Aku tidak mengalami
kesulitan memasuki memek Karen, karena sudah teramat basah dari tadi.
Kudorong pelan-pelan batang penisku, dan tanpa ada kesulitan,
terbenamlah semua batang penisku di dalam memek-nya.
“Ahhh … kak Ditto … titit-nya keras bangettt …”, kata Karen.
Seakan-akan tidak mendengarkan Karen, aku memaju-mundurkan pinggulku
perlahan-lahan, memberikan sensasi erotis ke dalam memek Karen.
Kadang-kadang dorongan itu aku hentikan, dan memeluk Karen sambil
mencium bibir-nya penuh dengan napsu. Lidah kami saling berperang di
dalam bibir kami yang telah menyatu. Setelah puas berciuman, aku kembali
mendorong maju dan mundur pinggulku agar batang penisku seakan-akan
menusuk-nusuk lubang memek Karen.
“Ahhh … Karen, memek Karen bener-bener hebat. Enak bangettt … bikin geli
banget. Suka ngga dengan titit ini?”, kataku yang sudah ngaco.
“Sukaaa bangettt … kak Ditto janji yah, sayangin Karen terus … dan Karen
akan selalu membuat kak Ditto puas jiwa dan raga …”, pinta Karen dengan
nada yang terputus-putus.
“Janji … janji akan sayang Karen terus …”, jawabku dengan napas yang terburu.
Semakin
lama hentakan dan hujaman batang penisku semakin aku percepat. Pagi itu
kita tidak bercinta dengan gaya yang bermacam-macam. Cukup gaya
missionaries, tradional, man on top style. Seperti tidak pernah kering,
memek Karen selalu saja basah. Memberi sensasi luar biasa di dalam
bercinta ini. Akibat dari percepatan hujaman batang penisku, tubuh
karena mengalami reaksi yang sunggu dahsyat. Tanpa ada peringatan
apa-apa, tiba-tiba Karen memelukku sambil berteriak panjang.
“Ahhhhhh … kak Ditto jahat … Karen dapet lagiii … ampun kak Ditto …
Karen minta ampunnn …”, kata Karen sambil memelukku erat-erat dengan
tubuhnya yang mulai menegang.
Aku biarkan Karen memelukku, dan menghentikan goyangan pinggulku, agar
memberikan udara buat Karen untuk mengatur napas-nya kembali.
Setelah beberapa menit kami berpelukan, aku berniat untuk menyelesaikan permainan sex ini, karena it is time for me to come.
“Karen, aku bentar lagi mau datang. Kalo bisa sama-sama yah datang-nya?”, pinta-ku.
Karen hanya mengangguk menandakan bahwa dia setuju, dan kemudian mencium bibirku lagi.
Kembali
aku mengambil posisi favorite-ku untuk ejakulasi, dan memulai memainkan
pinggulku sekali lagi. Aku perlahan-lahan menggoyangkan pinggulku
dengan irama yang pasti. Aku berusaha menhujamkan batang penisku
dalam-dalam, agar memberikan sensasi seksual lagi kepada Karen. Karen
pun tidak tinggal diam, dia tau betul bagaimana membuatku ejakulasi
dengan cepat disaat kami telah bersenggama. Kedua telapak Karen menempel
di dadaku, dan kedua jari telunjuknya mulai memainkan puting susuku.
Daerah yang paling sensitive untukku.
“Ahhh … Karen … terus Karen … aku bentar lagi mau datang.”, kataku.
Karen pun mulai terlihat kembali bergairah. Aku pun mempercepat
permainan ini. Aku tau kalo sebentar lagi batang penisku tidak akan
sanggup lagi menahan bendungan air maniku yang sejak tadi meronta-ronta
ingin keluar.
“Kak Ditto … kok keras lagi titit-nya?”, goda Karen dengan napas terburu-buru.
“Emang dari tadi ngga keras yah?!”, tanyaku heran dengan tidak menghentikan goyangkan pinggulku.
“Ngga kok … cuman kali ini Karen tau kak Ditto sebentar lagi mau datang …
datang barengan yukkk …”, pinta Karen sambil tersenyum.
Aku buat
lebih cepat lagi goyangan pinggulku, dan batang penisku semakin
meronta-ronta ingin memuntahkan air mani-nya. Aku hentakan dan
menghujamkan batang penisku makin dalam, dan Karen pun sudah dari tadi
mengigau tak karuan. Memek Karen semakin basah, dan gesekan batang
penisku di dalam memek-nya seakan-akan mengeluarkan bunyi seperti pipi
seseorang yang sedang ditampar. Aku sudah tidak tahan lagi, kali ini
benar-benar harus keluar. Tubuhku mengejang hebat. Melihat perubahan
tubuhku itu seperti memberikan aba-aba kepada Karen, kedua kaki Karen
menjepit erat pinggulku seperti ingin agar semua batang penisku tertanam
penuh ke dalam memek-nya.
“Ahhh … Karen … aku dah mau dapettt … dah diujung … Karennnn”, kataku yang sudah kacau.
“Kak Ditto … Karen juga mau datang lagiii … I love you kak Ditto.”, jawab Karen.
“Karennnn … ahhhhhhhh …”, ingauan-ku sudah tak karuan.
Batang
penisku mengeras sesaat, dan kemudian disusul dengan semburan air maniku
di dalam liang vagina Karen. Kedua kaki Karen terus menekan pinggulku,
seolah-olah haus dengan semburan hangat air maniku di dalam liang
vagina-nya. Aku tidak menghitung berapa kali batang penisku memuncratkan
semua isi air mani yang dari tadi dibendung-nya.
“Kak Ditto … hangattt lohhh …”, kata si Karen.
“Enak ngga?”, tanyaku.
“Always the best sayanggg …”, jawab si Karen manja.
Posisi kami
masih berpelukan. Karen mulai mengendurkan kedua kaki-nya dari
pinggulku. Batang penisku dari tertanam di dalam memek Karen.
Membiarkan-nya perlahan-lahan melemas di dalam. Oh betapa senang-nya aku
melakukan hubungan sex dengan Karen. Ide untuk menggunakan alat
kontrasepsi selain condom adalah pilihan utama kami. Untung-nya Karen
pun tidak menyukaiku memakai condom. Yang penting pencegahan pregnancy
(kehamilan) tetap dijaga baik-baik.
“I love you, Karen. I will always love you. Sorry if I didn’t say it in the first place”, kataku.
“It’s ok, kak Ditto. I love you too, and I know that I love you. Karena
selama ini Karen selalu melakukan-nya karena Karen cinta ama kak Ditto.
Meskipun Karen dulu-nya kadang-kadang sedih memikirkan apakah kak Ditto
cinta atau hanya ingin ‘ini’ (sex) doang dari Karen.”, kata Karen dengan
nada sedikit sedih.
“I am sorry, Karen. Sekarang aku telah mengerti bahwa sejak dari dulu
aku sudah sayang ama Karen. Sorry for making you worried and confused.”,
pintaku.
“Ngga perlu sorry, kak Ditto. Sekarang semua sudah jelas, jadi Karen
tidak akan worried lagi. Apapun yang kak Ditto mau dari Karen, Karen
pasti beri semua kepada kak Ditto.”, jawab Karen.
Mendengar ucapan
Karen, seakan-akan seperti udara sejuk bagiku. Akhir-nya kucium bibir
manis-nya, dan perlahan-lahan kucabut batang penisku dari liang
memek-nya. Cepat-cepat aku tutup dengan tissue memek-nya, agar air
maniku tidak tumpah keluar membasi tempat tidur-ku. Karen pun
cepat-cepat beranjak dari tempat tidur, dan dengan segera ke kamar
mandi. Mencuci dan membersihkan memek-nya.
Jam telah menunjukkan
jam 7 pagi lewat. Tapi badan kami sudah letih sekali. Telah 1 jam lebih
kita berpetualang dalam cinta. Pagi itu kami memutuskan untuk kembali
tidur, dan benar saja kami tertidur sampai jam 12 siang. Malam-nya kami
mengulangi lagi petualangan cinta dan sex kami yang tidak kalah
menarik-nya, dan begitulah hari-hari berikut-nya.
Disaat aku
menulis cerita kedua ini, hubungan kami telah berjalan lebih dari 8
bulan, akan tetapi belum ada pihak dari keluarga kami yang mengetahui
hubungan ini selain teman-teman dekat kami. Tapi aku merasa bahwa salah
satu dari keluarga kami telah mengendus hubungan kita, hanya saja dia
tidak berani mengatakan-nya langsung. Kami hanya tidak tau bagaimana
memulai untuk mengatakan pada mereka. Memang ada pepatah yang
mengatakan: “The first step is the most difficult task.”. And we believe
it’s true. Kami telah berencana untuk menikah taon depan (apabila
semua-nya lancar), pertengahan tahun 2008. Kalo dipikir secara logika,
kami berdua bukan anak kecil lagi. Kita berdua sudah berumur lewat dari
25 tahun, umur-ku dah berkepala 3. Jadi sudah harus memikirkan masa
depan kami sendiri. END
Comments
Post a Comment