Agen Taruhan Bola - Cerita Ngentot Mahasiswi Gadis Bandung
Agen Taruhan Bola - Cerita Ngentot Mahasiswi Gadis Bandung - Perkenalkan, namaku Tama. Aku adalah seorang mahasiwa tingkat 3 di
sebuah perguruan negeri tinggi di Kota Bandung. Postur tubuhku biasa
saja, tinggi 173 cm dengan berat 62 kg, namun karena aku ramah, lumayan
pintar, serta lumayan kaya maka aku cukup terkenal di kalangan adik
maupun kakak kelas jurusanku.
Agen Taruhan Bola - Pagi itu aku tergesa – gesa memarkir Honda Accordku di parkiran kampus.
Setengah berlari aku menuju ke gedung kuliah yang berada sekitar 400 m
dari parkiran tersebut, sambil mataku melirik ke jam tangan Albaku yang
telah menunjukkan pukul 8.06. Shit..! Kalau saja tadi malam aku tidak
nekat menonton pertandingan bola tim favoritku (Chelsea) sampai pukul 2
larut malam pasti aku tidak akan terlambat seperti ini.
“Kalau saja pagi ini bukan Pak Noel yang mengajar,
tentu saja aku
masih berjalan santai menuju ruang kuliah. Ya, Pak Noel yang berusia
sekitar 40 tahunan memang sangat keras dalam urusan disiplin, terlambat
sepuluh menit saja pastilah pintu ruangan kuliah akan dikuncinya.
Kesempatan “titip absen” pun nyaris tidak ada karena ia hampir selalu
mengecek daftar peserta hadir. Parahnya lagi, kehadiran minimal 90%
adalah salah satu prasyarat untuk dapat lulus dari mata kuliah
ajarannya.”
Tersentak dari lamunanku, ternyata tanpa sadar aku
sudah berada di gedung kuliah, namun tidak berarti kesulitanku terhenti
sampai disini. Ruanganku berada di lantai 6, sedangkan pintu lift yang
sedari tadi kutunggu tak kunjung terbuka.
Mendadak, dari belakang
terdengar suara merdu menyapaku. “Hai Tama..!” Akupun menoleh, ternyata
yang menyapaku adalah adik angkatanku yang bernama Dwi. “Hai juga”
jawabku sambil lalu karena masih dalam keadaan panik. “Kerah baju kamu
terlipat tuh” kata Dwi. Sadar, aku lalu membenarkan posisi kerah kemeja
putihku serta tak lupa mengecek kerapihan celana jeansku. “Udah, udah
rapi kok. Hmm, pasti kamu buru – buru ya?” kata Dwi lagi. “Iya nih,
biasa Pak Noel” jawabku. “Mmh” Dwi hanya menggumam.
Setelah pintu
lift terbuka akupun masuk ke dalam lift. Ternyata Dwi juga melakukan hal
yang sama. Didalam lift suasananya sunyi hanya ada kami berdua, mataku
iseng memandangi tubuh Dwi. Ternyata hari itu ia tampil sangat cantik.
Tubuh putih mulusnya setinggi 167 cm itu dibalut baju kaos Gucci pink
yang ketat,
memperlihatkan branya yang berwarna hitam menerawang dari balik bajunya. Sepertinya ukuran payudaranya cukup besar, mungkin 34D.
Ia
juga mengenakan celana blue jeans Prada yang cukup ketat. Rambutnya
yang lurus sebahu terurai dengan indahnya. Wangi parfum yang kutebak
merupakan merk Kenzo Intense memenuhi udara dalam lift, sekaligus
seperti beradu dengan parfum Boss In Motion milikku. Hmm pikirku, pantas
saja Dwi sangat diincar oleh seluruh cowo di jurusanku, karena selain
ia masih single tubuhnya juga sangat proporsional. Lebih daripada itu
prestasi akademiknya juga cukup cemerlang. Namun jujur diriku hanya
menganggap Dwi sebagai teman belaka. Mungkin hal itu dikarenakan aku
baru saja putus dengan pacarku dengan cara yang kurang baik, sehingga
aku masih trauma untuk mencari pacar baru.
Tiba – tiba pintu lift
membuka di lantai 4. Dwi turun sambil menyunggingkan senyumnya kepadaku.
Akupun membalas senyumannya. Lewat pintu lift yang sedang menutup aku
sempat melihat Dwi masuk ke sebuah ruang studio di lantai 4 tersebut.
Ruang tersebut memang tersedia bagi siapa saja mahasiwa yang ingin
menggunakannya, AC didalamnya dingin dan pada jam pagi seperti ini
biasanya keadaannya kosong. Aku juga sering tidur didalam ruangan itu
sehabis makan siang, abisnya sofa disana empuk dan enak sih. Hehehe…
Setelah itu lift pun tertutup dan membawaku ke lantai 6, tempat ruang
kuliahku berada. Segera setelah sampai di pintu depan ruang kuliahku
seharusnya berada, aku tercengang karena disana tertempel pengumuman
singkat yang berbunyi “kuliah Pak Noel ditunda sampai jam 12. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ttd: Tata Usaha Departemen”
Sialan,
kataku dalam hati. Jujur saja kalau pulang lagi ke kostan aku malas,
karena takut tergoda akan melanjutkan tidur kembali. Bingung ingin
melakukan apa selagi menunggu, aku tiba – tiba saja teringat akan Dwi.
Bermaksud ingin membunuh waktu dengan ngobrol bersamanya, akupun
bergegas turun kelantai 4 sambil berharap kalau Dwi masih ada disana.
Sesampainya
di lantai 4 ruang studio, aku tidak tahu apa Dwi masih ada didalam atau
tidak, karena ruangan itu jendelanya gelap dan ditutupi tirai. Akupun
membuka pintu, lalu masuk kedalamnya. Ternyata disana ada Dwi yang
sedang duduk disalah satu sofa didepan meja ketik menoleh ke arahku,
tersenyum dan bertanya “Hai Tama, ngga jadi kuliah?” “Kuliahnya diundur”
jawabku singkat. Iapun kembali asyik mengerjakan sesuatu dengan
laptopnya. Aku memandang berkeliling, ternyata ruangan studio selebar
4X5 meter itu kosong, hanya ada suaraku, suara Dwi, dan suara AC yang
bekerja. Secara tidak sadar aku mengunci pintu, mungkin karena ingin
berduaan aja dengan Dwi. Maklum, namanya juga cowo, huehehe…
Penasaran,
aku segera mendekati Dwi. “Hi Dwi, lagi ngapain sendirian disini?” “Oh,
ini lagi ngerjain tugas. Abis dihimpunan rame banget sih ,jadi aku ga
bisa konsentrasi.” “Eh, kebetulan ada Tama, udah pernah ngambil kuliah
ini kan?” Tanya Dwi sambil memperlihatkan tugas di layar laptopnya. Aku
mengangguk singkat. “Bisa ajarin Dwi ngga caranya, Dwi dari tadi gak
ketemu cara ngerjainnya nih?” pinta Dwi. Akupun segera mengambil tempat
duduk disebelahnya, sambil mengajarinya cara pengerjaan tugas tersebut.
Daripada aku bengong, pikirku. Mulanya saat kuajari ia belum terlalu
mengerti, namun setelah beberapa lama ia segera paham dan tak lama
berselang tugasnya pun telah selesai.
“Wah, selesai juga. Ternyata
gak begitu susah ya. Makasih banget ya Tama, udah ngerepotin kamu.”
Kata Dwi ramah. Iapun menutup laptop Toshibanya dan mengemasnya. “Apa
sih yang ngga buat cewe tercantik di jurusan ini” kataku sekedar iseng
menggoda. Dwi pun malu bercampur gemas mendengar perkataanku, dan secara
tiba – tiba ia berdiri sambil berusaha menggelitiki pinggangku.
Aku
yang refleksnya memang sudah terlatih dari olahraga karate yang
kutekuni selama ini pun dapat menghindar, dan secara tidak sengaja
tubuhnya malah kehilangan keseimbangan serta pahanya mendarat menduduki
pahaku yang masih duduk. Secara tidak sengaja tangan kanannya yang
tadinya ingin menggelitikiku menyentuh kemaluanku. Spontan, adik kecilku
pun bangun. “Iih, Tama kok itunya tegang sih?” kata Dwi sambil
membenarkan posisi tangannya. “Sori ya” kataku lirih. Kami pun jadi
salah tingkah, selama beberapa saat kami hanya saling bertatapan mata
sambil ia tetap duduk di pangkuanku.
Melihat mukanya yang cantik,
bibirnya yang dipoles lip gloss berwarna pink, serta matanya yang bulat
indah membuatku benar – benar menyadari kecantikannya. Ia pun hanya
terus menatap dan tersenyum kearahku. Entah siapa yang memulai, tiba –
tiba kami sudah saling berciuman mulut. Ternyata ia seorang pencium yang
hebat, aku yang sudah berpengalamanpun dibuatnya kewalahan. Harum
tubuhnya makin membuatku horny dan membuatku ingin menyetubuhinya.
Seolah
mengetahui keinginanku, Dwi pun merubah posisi duduknya sehingga ia
duduk di atas pahaku dengan posisi berhadapan, daerah vaginanya yang
masih ditutupi oleh celana jenas menekan penisku yang juga masih berada
didalam celanaku dengan nikmatnya. Bagian dadanya pun seakan menantang
untuk dicium, hanya berjarak 10 cm dari wajahku. Kami berciuman kembali
sambil tanganku melingkar kepunggungnya dan memeluknya erat sekali
sehingga tonjolan dibalik kaos ketatnya menekan dadaku yang bidang.
“mmhh.. mmmhh..” hanya suara itu yang dapat keluar dari bibir kami yang
saling beradu.
Puas berciuman, akupun mengangkat tubuh Dwi sampai
ia berdiri dan menekankan tubuhnya ke dinding yang ada dibelakangnya.
Akupun menciumi bibir dan lehernya, sambil meremas – remas gundukan
payudaranya yang terasa padat, hangat, serta memenuhi tanganku. “Aaah,
Tama…” Erangannya yang manja makin membuatku bergairah. Kubuka kaos
serta branya sehingga Dwi pun sekarang telanjang dada.
Akupun
terbelalak melihat kecantikan payudaranya. Besar, putih, harum, serta
putingnya yang berwarna pink itu terlihat sedikit menegang. “Tama…”
katanya sambil menekan kepalaku kearah payudaranya. Akupun tidak menyia –
nyiakan kesempatan baik itu. Tangankupun meremas, menjilat, dan mencium
kedua belah payudaranya. Kadang bibirku mengulum putting payudaranya.
Kadang bongkahan payudaranya kumasukkan sebesar mungkin kedalam mulutku
seolah aku ingin menelannya, dan itu membuat badan Dwi menggelinjang.
“Aaahh… SShhh…” aku mendongak keatas dan melihat Dwi sedang menutup
matanya sambil bibirnya mengeluarkan erangan menikmati permainan bibirku
di payudaranya. Seksi sekali dia saat itu. Putingnya makin mengeras
menandakan ia semakin bernafsu akan “pekerjaanku” di dadanya.
Puas
menyusu, akupun menurunkan ciumanku kearah pusarnya yang ternyata
ditindik itu. Lalu ciumanku makin mengalir turun ke arah
selangkangannya. Akupun membuka jeansnya, terlihatlah celana dalamnya
yang hitam semi transparan itu, namun itu tak cukup untuk menyembunyikan
gundukan vaginanya yang begitu gemuk dari pandanganku. Akupun
mendekatkan hidungku ke arah vaginanya, tercium wangi khas yang sangat
harum. Ternyata Dwi sangat pintar dalam menjaga bagian kewanitaannya
itu. Sungguh beruntung diriku dapat merasakan miliknya Dwi.
Akupun
mulai menyentuh bagian depan celana dalamnya itu. Basah. Ternyata Dwi
memang sudah horny karena servisku. Jujur saja aku merasa deg – degan
karena selama ini aku belum pernah melakukan seks dengan kedelapan
mantan pacarku, paling hanya sampai taraf oral seks. Jadi ini boleh
dibilang pengalaman pertamaku. Dengan ragu – ragu akupun menjilati
celana dalamnya yang basah tersebut. “Mmhhh… Ooggghh…” Dwi mengerang
menikmati jilatanku. Ternyata rasa cairan kewanitaan Dwi gurih, sedikit
asin namun enak menurutku. Setelah beberapa lama menjilati, ternyata
cairan kewanitaannya makin banyak meleleh.
“Buka aja celana
dalamku” kata Dwi. Mendengar restu tersebut akupun menurunkan celana
dalamnya sehingga sekarang Dwi benar – benar bugil, sedangkan aku masih
berpakaian lengkap. Benar – benar pemandangan yang indah. Vaginanya
terpampang jelas di depan mataku, berwarna pink kecoklatan dengan
bibirnya yang masih rapat.
Bentuknya pun indah sekali dengan
bulunya yang telah dicukur habis secara rapi. Bagai orang kelaparan,
akupun segera melahap vaginanya, menjilati bibir vaginanya sambil
sesekali menusukkan jari tengah dan jari telunjukku ke dalamnya.
Berhasil..! Aku menemukan G-Spotnya dan terus memainkannya. setelah itu
Dwi terus menggelinjang, badannya mulai berkeringat seakan tidak
menghiraukan dinginnya AC di ruangan ini. “Emmh, please don’t stop” kata
Dwi dengan mata terpejam. “OOuucchh…” Rintih Dwi di telingaku sambil
matanya berkerjap-kerjap merasakan nikmat yang menjalari
tubuhnya.”Ssshhh…Ahhh”, balasku merasakan nikmatnya vagina Dwi yang
makin basah. Sambil terus meremas dada besarnya yang mulus, adegan
menjilat itu berlangsung selama beberapa menit.
Tangannya terus
mendorong kepalaku, seolah menginginkanku untuk menjilati vaginanya
secara lebih intens. Pahanya yang putih pun tak hentinya menekan
kepalaku. Tak lama kemudian, “Uuuhhh.. Dwi mau ke… lu… ar…” seiring
erangannya vaginanya pun tiba – tiba membanjiri mulutku mengeluarkan
cairan deras yang lebih kental dari sebelumnya, namun terasa lebih gurih
dan hangat. Akupun tidak menyia – nyiakannya dan langsung meminumnya
sampai habis. “Slruuppp…” suaranya terdengar nyaring di ruangan
tersebut.
Nafas Dwi terdengar terengah – engah, ia menggigit
bibirnya sendiri sambil seluruh tubuhnya mengkilat oleh keringatnya
sendiri. Setelah tubuhnya berhenti bergetar dan jepitan pahanya mulai
melemah akupun berdiri dan mencium bibirnya, sehingga ia merasakan
cairan cintanya sendiri.
“Mmhh, Tama… makasih ya kamu udah bikin
Dwi keluar.” “kamu malah belum buka baju sama sekali, curang” kata Dwi.
“Gantian sini.” Setelah berkata lalu Dwi mendorong tubuhku sehingga aku
duduk diatas sofa. Iapun berjongkok serta melepaskan celana jeans serta
celana dalamku. Iapun kaget melihat batang penisku yang berukuran cukup
“wah.” Panjangnya sekitar 16 cm dengan diameter 5 cm. kepalanya yang
seperti topi baja berwarna merah tersentuh oleh jemari Dwi yang lentik.
“Tama, punya kamu gede banget…” setelah berkata maka Dwi langsung
mengulum kepala penisku.
Rasanya sungguh nikmat sekali. “mmh Dwi
kamu nikmat banget…” kataku. Iapun menjelajahi seluruh penjuru penisku
dengan bibir dan lidahnya, mulanya lidahnya berjalan menyusuri urat
dibawah penisku, lalu bibirnya yang sexy mengulum buah zakarku. “aah…
uuhh… ” hanya itu yang dapat kuucapkan. Lalu iapun kembali ke ujung
penisku dan berusaha memasukkan penisku sepanjang – panjangnya kedalam
mulutnya. Akupun mendorong kepalanya dengan kedua belah tangannya
sehingga batang penisku hampir 3/4nya tertelan oleh mulutnya sampai ia
terlihat hamper tersedak. Sambil membuka bajuku sendiri aku mengulangi
mendorong kepalanya hingga ia seperti menelan penisku sebanyak 5 – 6
kali.
Puas dengan itu ia pun berdiri dan duduk membelakangiku,
tangannya membimbing penisku memasuki liang kemaluannya. “Tama sayang,
aku masukin ya..” kata Dwi bergairah. Lalu iapun menduduki penisku,
mulanya hanya masuk 3/4nya namun lama – lama seluruh batang penisku
terbenam ke dalam liang vaginanya. Aah, jadi ini yang mereka katakana
kenikmatan bercinta, rasanya memang enak sekali pikirku. Iapun terus
menaik – turunkan vaginanya sambil kedua tangannya bertumpu pada dadaku
yang bidang. “Pak.. pak… pak.. sruut.. srutt..” bunyi paha kami yang
saling beradu ditambah dengan cairan kewanitaannya yang terus mengalir
makin menambah sexy suasana itu.
Sesekali aku menarik tubuhnya
kebelakang, sekedar mencoba untuk menciumi lehernya yang jenjang itu.
Lehernya pun menjadi memerah di beberapa tempat terkena cupanganku.
“Dwi, ganti posisi dong” kataku. Lalu Dwi berdiri dan segera kuposisikan
dirinya untuk menungging serta tangannya bertumpu pada meja.
Dari
posisi ini terlihat liang vaginanya yang memerah tampak semakin
menggairahkan. Akupun segera memasukkan penisku dari belakang. “aahh,
pelan – pelan sayang” kata Dwi. Akupun menggenjot tubuhnya sampai
payudaranya berguncang – guncang dengan indahnya.
“Aaahhkk…Tama…Ooucchhhkgg..Ermmmhhh” suara Dwi yang mengerang terus,
ditambah dengan cairannya yang makin banjir membuatku semakin tidak
berdaya menahan pertahanan penisku. “Ooohh…yeahh ! fu*k me like
that…uuhh…i’m your bitch now !” erang Dwi liar.
“Aduhh.. aahh..
gila Dwi.. enak banget!” ceracauku sambil merem-melek. “Oohh.. terus
Tama.. kocok terus” Dwi terus mendesah dan meremas-remas dadanya
sendiri, wajahnya sudah memerah saking terangsangnya. “Yak.. dikit
lagi.. aahh.. Tama.. udah mau” Dwi mempercepat iramanya karena merasa
sudah hampir klimaks. “Dwi.. Aku juga.. mau keluar.. eerrhh” geramku
dengan mempercepat gerakan.
“Enak nggak Tama?” tanyanya lirih
kepadaku sambil memalingkan kepalanya kebelakang untuk menatap mataku.
“Gila.. enak banget Dwi.. terusin sayang, yang kencang..” Tanganku yang
masih bebas kugerakkan kearah payudaranya untuk meremas – remasnya.
Sesekali tanganku memutar arah ke bagian belakang untuk meremas
pantatnya yang lembut.
“uuhh.. sshh.. Dwi, aku udah ga tahan nih.
Keluarin dimana?” tanyaku. “uuhhh.. mmh.. ssshh.. Keluarin didalam aja
ya, kita barengan” kata Dwi. Makin lama goyangan penisku makin dalam dan
makin cepat.. “Masukin yang dalem dooo…ngg…”, pintanya. Akupun menambah
kedalaman tusukan penisku, sampai pada beberapa saat kemudian. “aahh…
Tama.. kita keluarin sekarang…” Dwi berkata sambil tiba – tiba cekikan
vaginanya pada penisku terasa sangat kuat dan nikmat.
Ia pun
keluar sambil tubuhnya bergetar. Akupun tak mampu membendung sperma pada
penisku dan akhirnya kutembakkan beberapa kali ke dalam liang
vaginanya. Rasa hangat memenuhi penisku, dan disaat bersamaan akupun
memeluk Dwi dengan eratnya dari belakang.
Setelah beberapa lama
tubuh kami yang bercucuran keringat menyatu, akhirnya akupun
mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya. Aku menyodorkan penisku ke
wajah Dwi dan ia segera mengulum serta menelan habis sperma yang masih
berceceran di batang penisku. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding
ruang studio dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku Lydia tersenyum
sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat.
Nafasku
memburu kencang dan jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya,
walaupun aku sangat sering masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh
seorang cewek adalah yang pertama bagiku, apalagi ditambah pemandangan
dua susu montok yang ikut bergoyang karena gerakan pemiliknya yang
sedang menocok penisku bergantian dengan tangan kiri dan kanannya.
“Dwi..
mau keluar nih..” kataku lirih sambil memejamkan mata meresapi
kenikmatan hisapan Dwi. “Bentar, tahan dulu Tama..”jawabnya sambil
melepaskan kocokannya. “Loh kok ngga dilanjutin?” tanyaku. Tanpa
menjawab pertanyaanku, Dwi mendekatkan dadanya ke arah penisku dan tanpa
sempat aku menebak maksudnya, dia menjepit penisku dengan kedua
payudaranya yang besar itu. Sensasi luar biasa aku dapatkan dari penisku
yang dijepit oleh dua gundukan kembar itu membuatku terkesiap menahan
napas.
Sebelum aku sempat bertindak apa-apa, dia kembali mengocok
penisku yang terjepit diantara dua susunya yang kini ditahan dengan
menggunakan kedua tangannya. Penisku serasa diurut dengan sangat
nikmatnya. Terasa kurang licin, Dwi pun melumuri payudaranya dengan
liurnya sendiri. “Gila Dwi, kamu ternyata liar banget..” Dwi hanya
menjawab dengan sebuah senyuman nakal.
Kali ini seluruh urat-urat
dan sendi-sendi di sekujur tubuhku pun turut merasakan kenikmatan yang
lebih besar daripada kocokan dengan tangannya tadi. “Enak nggak Tama?”
tanyanya lirih kepadaku sambil menatap mataku. “Gila.. Bukan enak lagi..
Tapi enak banget Sayang.. Terus kocok yang kencang..” Tanganku yang
masih bebas kugerakkan kearah mulutnya, dan ia langsung mengulum jariku
dengan penuh nafsu. “Ahh.. ohh..” desahnya pelan sambil kembali
memejamkan matanya. Kocokan serta jepitan susunya yang semakin keras
semakin membuatku lupa daratan.
Tak lama kemudian, “aah… Dwi aku
mau keluar lagi…” setelah berkata begitu akupun menyemprotkan beberapa
tetes spermaku kedalam mulutnya yang langsung ditelan habis oleh Dwi.
Iapun lalu menciumku sehingga aku merasakan spermaku sendiri.
Setelah
selesai, kami pun berpakaian lagi. Tak lupa aku mengucapkan terima
kasih kepadanya, lalu akupun pulang kekostan setelah mengantarkan Dwi ke
kostannya menggunakan mobilku. Dialam mobil ia berkata bahwa ia sangat
puas setelah bercinta denganku serta menginginkan untuk mengulanginya
kapan – kapan. Akupun segera menyanggupi dan mencium mesra bibirnya.
Setelah itu aku mengarahkan mobilku ke kostanku yang berada di daerah
Dago. Soal kuliahnya Pak Noel, aku sudah cuek karena hari itu aku
mendapatkan anugerah yang tidak terkira, yaitu bisa bercinta dengan Dwi. END
Comments
Post a Comment